TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku senang terhadap terhadap kalangan masyarakat super tajir atau sering dijuliki 'crazy rich' yang sering pamer kekayaan di media sosial (medsos).
Menurut Sri Mulyani, petugas dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akan langsung mendatangi para 'crazy rich' yang suka pamer kekayaan itu.
"Kami senang kalau di medsos ada yang pamer mengenai account number, 'account saya yang paling gede'. Begitu ada yang pamer 'saya punya beberapa miliar', salah satu petugas pajak kami bilang 'ya nanti kita datangilah'," ujarnya dalam Sosisalisasi UU HPP, Kamis (10/3/2022).
Baca juga: Cerita Jokowi Bertanya Kepada Sri Mulyani Tahan Kenaikan Harga BBM
Menurutnya, pemantauan Ditjen Pajak melalui media sosial terhadap orang-orang yang pamer harta, merupakan salah satu upaya menjaga kepercayaan masyarakat bahwa negara melakukan pemungutan pajak yang adil. Pajak yang dipungut pun digunakan untuk pembangunan nasional.
"Masyarakat kita akan percaya kepada pemerintah kalau dia tahu diperlakukan adil dan uang pajaknya kembali lagi, bukannya dikantongi atau ditaruh di belakang kantor saya, (tapi uang pajak) digunakan untuk bangun sekolah, bangun jalan raya, bangun irigasi," kata Sri Mulyani.
Bendahara Negara itu mengamati bahwa banyak masyarakat Indonesia yang suka memamerkan kekayaan di media sosial, mulai dari saldo rekening, pemberian hadiah mewah, hingga menerima fasilitas perusahaan yang mewah. Menurutnya fenomena itu mendorong petugas pajak untuk memastikan mereka telah membayar kewajibannya.
Sri Mulyani mengatakan pihaknya akan mengejar penarikan pajak dari kalangan super tajir atau crazy rich itu. Hal tersebut dilakukan guna memastikan negara menjalankan aspek perpajakan yang adil.
Baca juga: Tak Butuh Waktu Lama Polisi Memiskinkan Indra Kenz, Sudah Rp 43,5 M Harta Crazy Rich Medan Disita
"Sekarang ini ada juga kan di media sosial anak-anak yang baru umur 2 tahun sudah dikasih hadiah pesawat, bukan pesawat-pesawatan ya, tapi pesawat beneran sama orang tuanya," ucap dia.
"Jadi memang di Indonesia kan ada yang crazy rich, ada yang dia mendapatkan fasilitas dari perusahaannya itu memang luar biasa besar. Itulah yang sekarang dimasukkan dalam perhitungan perpajakan, itu yang disebut aspek keadilan," lanjut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Ia menambahkan, Ditjen Pajak saat ini bisa masuk ke semua lembaga keuangan maupun non-keuangan untuk mendapatkan informasi mengenai wajib pajak. Selain itu, Indonesia juga masuk dalam sistem pertukaran data perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEoI) antarnegara.
Oleh sebab itu, Sri Mulyani memastikan, data perpajakan yang dimiliki Ditjen Pajak menjadi semakin lengkap, baik itu mengenai data harta wajib pajak yang berada di dalam negeri maupun wajib pajak yang berada di luar negeri.
"Jadi yang enggak pamer (harta) saja bisa diketahui, apalagi yang pamer," ujarnya.
Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa pihaknya tidak membidik kalangan menengah atau kecil lewat pengenaan pajak natura atau kenikmatan fasilitas.
Ia menjelaskan bahwa fasilitas dari kantor yang bernominal tidak seberapa tak bakal dikenakan pajak.
Kendati belum merincikan fasilitas apa saja yang dibebaskan dari pajak natura atau besaran nominalnya, namun ia mencontohkan laptop dan ponsel dari kantor tak akan dikenakan pajak.
Sementara itu, untuk fasilitas dari kantor yang diberikan tidak dalam bentuk uang, seperti fasilitas transportasi menggunakan jet pribadi atau kartu kredit tak terbatas bisa dikenakan pajak natura.
"Kita bisa dapat fasilitas dari perusahaan yang tidak dalam bentuk uang tapi nilai uangnya besar entah itu perjalanan naik jet pribadi, kemudian credit card yang tidak terbatas, itu semuanya bisa dihitung," jelas Ani. (tribun network/kps/uly/dod)