News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

HET Minyak Goreng Dicabut, DPR : Pemerintah Lemah, Nyerah Pada Kartel yang Mendikte Pasar Pangan

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Antrean warga mengular hingga keluar pagar di depan GOR Bukit Telunjuk, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, untuk membeli migor saat digelar operasi pasar, Rabu (9/3/2022)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan pemerintah menyerahkan harga minyak goreng kepada mekanisme pasar, bukan hanya menunjukkan Pemerintah gagal mengendalikan harga dan pasokan, tetapi juga menunjukkan pemerintah lemah dihadapan kartel pangan.

Hal itu disampaikan anggota Komisi VI DPR Amin Ak menanggapi keputusan pencabutan aturan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng dan menyerahkan harga pada mekanisme pasar.

Menurut Amin, pemerintah tidak mampu menegakkan aturan yang dibuatnya sendiri dan kemudian menyerah pada kemauan kartel pangan yang merugikan rakyat selama enam bulan terakhir. 

“Wibawa pemerintah jatuh, dan ini bisa menjadi preseden buruk bahwa kartel bisa dengan mudah mendikte pasar pangan,” ujar Amin, Rabu (16/3/2022).

Baca juga: Pertanyakan Soal Subsidi Minyak Goreng Pemerintah, Sultan: Negara Tidak Boleh Kalah Dengan Kartel

Amin menduga ada kekuatan politik ekonomi yang tidak mampu dikendalikan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. 

Sebab, dalam dua bulan terakhir, Menteri Perdagangan telah mengeluarkan tujuh aturan terkait CPO dan minyak goreng ini, namun tidak satupun yang bisa dijalankan dengan baik.

Baca juga: PKS Minta Pemerintah Bentuk Tim Pengawas Lawan Kartel Minyak Goreng

“Saat pengumuman kebijakan terbaru, Selasa kemarin, saya menangkap gestur Menteri Perdagangan menunjukkan jika persoalan ini sudah diatas kemampuannya untuk menyelesaikannya,” kata Amin.

Baca juga: Ratusan Warga Lebak Banten Antre Sepanjang 200 Meter Demi Minyak Goreng

Agar permasalahan ini terurai, Amin mendorong dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) tata niaga pangan, sehingga persoalannya bisa diketahui secara jelas. 

Sekaligus untuk mengonfirmasi dugaan adanya penyelundupan minyak sawit mentah (CPO) hasil domestic market obligation (DMO) atau minyak goreng ke luar negeri. 

Baca juga: Pedagang: HET Minyak Goreng Curah Tak Berlaku di Pasar Tradisional

“Diperlukan investigasi yang menyeluruh agar pokok pangkal permasalahannya diketahui dan bisa diuraikan. Ini sekaligus membantu pemerintah membenahi tata niaga pangan termasuk minyak goreng,” papar Amin. 

Amin mengaku heran, begitu pemerintah mengumumkan pencabutan HET, pasokan minyak goreng kemasan langsung membanjiri pasar. 

Antrean warga Berau, Kalimantan Timur, membeli minyak goreng. (TRIBUNKALTIM.CO/RENATA ANDINI)

"Jangan-jangan selama ini stok itu ada, namun disimpan menunggu pemerintah menyerah dan membatalkan kebijakan HET minyak goreng dan DMO 20 persen," ujarnya. 

Lebih lanjut Amin mengatakan, melepas harga minyak goreng kemasan ke mekanisme pasar, akan memukul daya beli masyarakat kelas menengah bawah yang saat ini masih sangat lemah karena dampak pandemi Covid-19. 

Terlebih menjelang Ramadan hingga lebaran nanti, di mana harga-harga pangan cenderung melonjak tajam dan harga minyak goreng kemasan di pasaran kini sudah mencapai hampir Rp25 ribu per liter.

"Ini menjadi kado pahit bagi konsumen karena pemerintah gagal dalam melaksanakan kebijakan minyak goreng yang terjangkau dari segi pasokan maupun harga," ucapnya.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan pada hari ini mencabut HET minyak goreng kemasan ke mekanisme pasar.

Kini, HET hanya berlaku untuk minyak goreng curah dipatok Rp 14 ribu per liter.

Pada Januari 2022, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng dan mulai berlaku pada 1 Februari 2022.

HET minyak goreng curah Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000 per liter

HET Tak Berlaku di Pasar Tradisional 

Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) menyebut harga bahan pokok di pasar-pasar tradisional tidak dapat ditetapkan dengan paraturan harga eceran tertinggi (HET).

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan menyikapi ketentuan HET minyak goreng curah naik menjadi Rp 14 ribu per liter, dan untuk kemasan di lepas sesuai mekanisme pasar.

"Di pasar sendiri ada mekanismenya, ada tawar menawar, interaksi antar pedagang dan pembeli, tentu HET tidak berlaku sama sekali, sejak dulu," kata Reynaldi saat dihubungi, Rabu (16/3/2022).

Menurutnya, sampai saat ini harga komoditas pangan yang ditetapkan HET oleh pemerintah, tidak ada yang sesuai semuanya atau di atas HET

"Seperti daging yang HET-nya Rp 105 ribu sudah tembus di Rl 140 ribu , cabai rawit merah yang HET-nya di bawah Rp 35 ribu tapi harganya sudah Rp 77 ribu lebih," tuturnya.

"Jadi hari ini jelas bahwa pemerintah tidak punya roadmap, tidak punya tata niaga pangan yang jelas proyeksinya ke depan," sambung Reynaldi.

Selain itu, Reynaldi pun mempertanyakan klaim Kementerian Pertanian yang menyatakan produksi 12 komoditas pangan dalam keadaan tercukupi.

"Faktanya di lapangan harga-harga bergejolak, ini kan faktor produksi. Faktor distribusi ini menunjang, kemudian ada faktor alam, hujan dan sebagiannya," papar Reynaldi.

Reynaldi pun meminta pemerintah ke depan untuk berkoordinasi dan mengajak para pedagang dalam membuat kebijakan, tidak seperti saat ini yang jauh dari harapan.

"Undang seluruh stakeholder, terutama pelaku pasar yaitu pedagang. Kami harus dilibatkan agar kita punya proyeksi ke depan, agar aturan atau Permendag yang di buat ini bisa tepat," ujarnya.

Dalam kesempatan terpisah, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan harga minyak goreng kemasan akan sesuai nilai keekonomian.

Namun, pemerintah berencana memberikan subsidi untuk minyak goreng curah, sehingga harganya menjadi Rp 14.000 per liter.

Hal tersebut, dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan keadaan distribusi minyak goreng, di mana terjadi kenaikan harga-harga komoditas, termasuk minyak kelapa sawit.

“Harga kemasan lain (kemasan premium dan sederhana), ini tentu akan menyesuaikan terhadap nilai keekonomian."

"Sehingga tentu kita berharap bahwa dengan nilai keekonomian tersebut, minyak sawit akan tersedia di pasar modern maupun di pasar tradisional atau pun di pasar basah," ucapnya, dikutip Tribunnews.com dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (16/3/2022).

 
 
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini