Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Pemerintah Joe Biden Jumat (1/4/2022) kemarin, mengumumkan akan menambah 120 entitas Rusia dan Belarusia ke dalam daftar pembatasan ekspor Amerika Serikat (AS).
Perusahaan-perusahaan yang ditambahkan ke daftar sanksi AS tersebut sebagian besar merupakan perusahaan yang berhubungan dengan militer dan secara efektif akan diblokir untuk menerima teknologi vital dari AS.
Penambahan daftar entitas Rusia dan Belarusia oleh Departemen Perdagangan AS, merupakan salah satu langkah yang diambil AS untuk melemahkan militer Rusia, yang telah melancarkan serangan ke Ukraina sejak 24 Ferbruari lalu.
“Tindakan ini menurunkan pertahanan Rusia dan Belarusia, kedirgantaraan, maritim, dan sektor strategis lainnya sebagai tanggapan atas serangan brutal Rusia terhadap kedaulatan Ukraina,” kata Departemen Perdagangan, yang dilansir dari aljazeera.com, Sabtu (2/4/2022).
Baca juga: Khawatir Rusia Lolos Sanksi, Jepang Desak Negara G7 Segera Bikin Aturan Terkait Mata Uang Digital
Menteri Perdagangan AS, Gina Raimondo mengatakan kontrol ekspor akan mencegah teknologi dan perangkat lunak AS mencapai sektor militer Rusia dan Belarusia.
“Pihak-pihak ini secara efektif terputus dari masukan yang diperlukan untuk mempertahankan perang Putin,” ujar Raimondo dalam sebuah pernyataan.
Baca juga: AS dan Eropa Diduga Takut Jatuhkan Sanksi kepada Perusahaan Asal Rusia Kaspersky Lab
Perluasan kontrol ekspor AS akan bergantung pada Aturan Produk Asing Langsung, yang dapat memaksa produsen barang berteknologi tinggi dan rendah di luar negeri yang menggunakan alat dari AS, untuk mencari lisensi dari AS sebelum dikirim ke Rusia.
Baca juga: Kena Sanksi, Vendor Ponsel Rusia Tak Bisa Pakai OS Android
Dengan langkah ini, akan menginstruksikan Departemen Perdagangan AS agar menolak hampir semua permintaan lisensi tersebut.
Saat ini total ada 260 entitas Rusia dan Belarusia yang telah ditambahkan Departemen Perdagangan AS ke dalam daftar sanksi AS, sebagai tanggapan atas tindakan yang Rusia sebut sebagai “Operasi Khusus” ke Ukraina.