Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terus meningkatkan kualitas hasil analisis dan hasil pemeriksaan terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pencegahan pendanaan terorisme.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara melalui optimalisasi pemulihan aset (asset recovery) dan penyelamatan keuangan negara.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengatakan ke depan pihaknya akan memperkuat kualitas hasil analisis dan hasil pemeriksaan atas aliran dana transaksi keuangan untuk meningkatkan kontribusi terhadap pemasukan keuangan negara baik dalam bentuk denda maupun uang pengganti kerugian negara.
Baca juga: Bareng KPU-Bawaslu PPATK Bentuk Satgas Pemilu, Pelototi Profil Jutaan Nama Termasuk Capres-Cawapres
Dia mencontohkan selama periode tahun 2018 – 2020, PPATK turut membantu penerimaan negara melalui pemanfaatan hasil pemeriksaan yaitu denda sejumlah Rp 10,85 miliar, uang pengganti kerugian negara senilai Rp17,38 triliun dan sejumlah aset yang telah disita.
“Ke depan PPATK akan semakin memperkuat kualitas hasil analisis dan hasil pemeriksaan sehingga berkontribusi lebih besar dalam optimalisasi keuangan negara baik melalui denda maupun uang pengganti kerugian negara,” ujarnya saat acara Pers Gathering, di kantornya, Kamis (14/4/2022).
Ivan menjelaskan, beberapa hasil analisis dan hasil pemeriksaan lembaga independen ini telah ditindaklanjuti penegak hukum dan dalam proses persidangan.
Sehingga koordinasi PPATK dengan penegak hukum terus dilakukan agar hasil pemeriksaan dapat ditindaklanjuti untuk kepentingan penegakan hukum.
Langkah lainnya untuk mengoptimalkan penerimaan negara, menurutnya, PPATK menginisiasi percepatan penetapan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Terkait dengan Tindak Pidana.
Penetapan RUU ini untuk mengantisipasi adanya kekosongan hukum dalam penyelamatan aset, khususnya aset yang dikuasai oleh pelaku tindak pidana yang telah meninggal dunia, serta aset yang terindikasi tindak pidana (tainted asset), tetapi sulit dibuktikan pada peradilan pidana.
PPATK juga mendorong percepatan penetapan RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Hal ini bertujuan untuk mendorong inklusi keuangan di era Teknologi 4.0, serta mencegah aktivitas pencucian uang melalui transaksi keuangan uang tunai.
“Ini juga untuk mencegah pencucian uang melalui transaksi uang tunai yang dipastikan akan menjaga stabilitas ekonomi dan sistem keuangan di Indonesia serta dapat meningkatkan penerimaan negara, khususnya meningkatnya kepercayaan investor,” tutur Ivan.
Baca juga: PPATK Temukan Rekening Dana Kampanye Baru Aktif Jelang Pencoblosan
Sementara terkait dengan investasi bodong atau ilegal, PPATK terus melakukan pemantauan terhadap aliran dana dari investor ke berbagai pihak. Berdasarkan hasil analisis PPATK, modus aliran uang tersebut cukup beragam, seperti disimpan dalam bentuk aset kripto, penggunaan rekening milik orang lain dan kemudian dipindahkan ke berbagai rekening di beberapa bank untuk mempersulit penelusuran transaksi.
Sebagai lembaga sentral (focal point) dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU di
Indonesia, PPATK terus berkoordinasi dengan Financial Intelligence Unit (FIU) dari negara lain. PPATK memiliki kewenangan dalam melakukan penghentian sementara
transaksi selama 20 hari kerja dan selanjutnya berkoordinasi serta melaporkan kepada penegak hukum terhadap transaksi mencurigakan dalam nominal yang diduga berasal dari investasi bodong.