Per tanggal 7 April 2022, PPATK telah melakukan penghentian sementara transaksi yang diduga berasal dari tindak pidana berupa investasi ilegal total sebesar Rp 588 miliar dengan jumlah 345 rekening.
Menurutnya, berdasarkan pantauan dan analisis PPATK secara terus-menerus pada
transaksi keuangan yang terindikasi investasi ilegal, terungkap beragam modus yang digunakan para afiliator, salah satunya penggunaan aset kripto sebagai sarana pembayaran fee kepada afiliator, untuk mengelabui penghimpunan dan pembayaran dana secara ilegal.
Baca juga: PPATK Beberkan Sejumlah Modus Pencucian Uang dari Investasi Ilegal, Salah Satunya Aset Kripto
“PPATK terus memantau dan menganalisis transaksi keuangan yang terindikasi dengan investasi ilegal. Berdasarkan hasil analisis PPATK, terdapat beragam modus yang digunakan oleh pelaku investasi ilegal dalam upaya pencucian uang yang diduga berasa dari hasil investasi ilegal,” ujar Ivan.
PPATK bersama seluruh pemangku kepentingan juga kian fokus dalam mencegah dan memberantas aliran dana hitam hasil kejahatan lingkungan serta penyelewengan pajak karbon.
Hal ini bertujuan untuk mendukung upaya pemerintah dalam penurunan emisi karbon sekaligus mengoptimalkan penerimaan perpajakan, khususnya pajak karbon.
Ivan menuturkan, PPATK sebagai lembaga intelejen keuangan juga mendapatkan amanah dari Presiden Joko Widodo(Jokowi) untuk dapat mendorong terwujudnya ekonomi hijau.
Salah satu tantangan terbesar adalah potensi kejahatan lingkungan yang semakin intens dengan skala kerusakan yang semakin masif.
Dalam konteks risiko TPPU di Indonesia, selama periode 2016-2020, PPATK telah menerima sejumlah 360 laporan transaksi keuangan mencurigakan indikasi tindak pidana kehutanan dan lingkungan hidup dengan total nominal sebesar Rp 2,4 triliun, serta PPATK telah menangani Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan (HA/HP) sejumlah 81 Laporan HA/HP dengan total nominal yang dianalisis dan diperiksa PPATK sebesar Rp 44 Triliun.
Berdasarkan Hasil NRA TPPU Indonesia Tahun 2021 diketahui beberapa faktor pendorong terjadinya TPPU menurut faktor lingkungan, utamanya adalah mayoritas kejahatan lingkungan berkaitan pada penerbitan izin usaha dan penyalahgunaan atas izin yang telah diberikan.
“PPATK telah meluncurkan program yang diberi nama Pencegahan dan Pemberantasan Green Financial Crimes (GFC)/Money Laundering pada tahun 2022, bertepatan dengan Dua Dekade Gerakan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme. Peran PPATK dalam menangani GFC merujuk pada ketentuan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,” tegasnya.
Salah satu bentuk dukungan PPATK dalam mewujudkan ekonomi hijau melalui upaya mengawal penerapan pajak karbon yang berintegritas. Dalam aspek kewenangan dan teknis, PPATK merumuskan GFC sebagai bagian dari National Risk Assessment (NRA) untuk memberikan pemahaman mengenai risiko TPPU yang berasal kejahatan lingkungan.
Program pemberantasan GFC dimulai dari data pertambangan untuk menentukan area-area kritikal. Selanjutnya temuan yang diperoleh akan diperkaya dengan data dari berbagai sumber dan akan menjadi proposal kegiatan pemeriksaan pada Deputi Bidang Pemberantasan PPATK.
Dalam rangka memperingati 2 Dekade Gerakan APU PPT di Indonesia PPATK menggelar beberapa kegiatan seperti penanaman pohon di beberapa tempat, Bakti Sosial, Silaturahmi Nasinal, Lomba Debat, Webinar, Legal Forum dan Presiden Lecture pada tanggal 18 April 2022 di Istana Negara.