Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kenaikan harga untuk energi bersubsidi seperti Pertalite dan LPG 3 Kg, bukan merupakan opsi yang tepat dilakukan pemerintah pada saat ini.
"Wacana kenaikan harga LPG 3 Kg, Pertalite dan tarif listrik tidak perlu disampaikan pemerintah dan bukan opsi saat ini," ucap Bhima saat dihubungi, Jumat (15/4/2022).
Baca juga: Harga Pertalite dan Listrik Naik, Analis: Inflasi Tembus 5 Persen, Masyarakat Miskin Bakal Melonjak
Menurutnya, pemerintah bisa menahan selisih harga keekonomian LPG 3 kg melalui mekanisme subsidi silang hasil windfall penerimaan negara dari ekspor minerba dan perkebunan.
"Berdasarkan simulasi kenaikan harga minyak mentah, diproyeksi pemerintah sedang alami lonjakan pendapatan pajak dan pnbp sekitar Rp 100 triliun," paparnya.
Baca juga: Ini Tanda-tanda Bakal Naiknya Harga Pertalite dan Solar
Jika penerimaan negara tidak cukup dan defisit kembali naik karena subsidi energi, maka pemerintah harus melakukan penundaan proyek yang memakan dana besar demi mengurangi defisit.
"Lakukan efisiensi belanja pemerintah dan penundaan mega proyek seperti IKN juga wajib dilakukan. Sebagai bayangan IKN menurut Bappenas butuh setidaknya anggaran Rp 468 triliun dan 53,3 persen akan diambil dari APBN hingga 2024," paparnya.
Ia menyebut, penundaan proyek besar merupakan hal yang baik karena urgensi saat ini yaitu stabilitas harga pangan dan energi, bukan pemindahan gedung pemerintahan.
"Realokasi anggaran belanja barang dan pegawai juga mendesak dilakukan. Ada cara untuk selamatkan cashflow Pertamina, PLN sekaligus jaga daya beli masyarakat asal pemerintah mempunyai political will yang kuat," tuturnya.