Cadangan devisa Sri Lanka telah merosot lebih dari dua pertiga dalam dua tahun terakhir. Hal itu dipicu oleh pemotongan pajak dan penguncian akibat pandemi COVID-19 yang sangat merugikan ekonominya.
Apalagi, ekonomi Sri Lanka sangat bergantung pada pariwisata.
Aksi protes jalanan terhadap kekurangan bahan bakar, listrik, makanan dan obat-obatan telah berlangsung selama lebih dari sebulan.
"Kita perlu fokus pada impor penting dan tidak perlu khawatir tentang pembayaran utang luar negeri," kata Gubernur Bank Sentral Sri Lanka, P. Nandalal Weerasinghe, kepada wartawan.
Dia menambahkan, "Sudah sampai pada titik bahwa melakukan pembayaran utang itu menantang dan tidak mungkin."