News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

The Fed Kerek Suku Bunga, BI Harus 'Gercep', Ini Dampak Jika Tak Direspon Serius

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan The Fed yang menaikan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin (bps), telah mengerek runtuhnya kurs dolar AS di tengah adanya sentimen inflasi yang tengah menghantui Amerika Serikat.

"Peningkatan 75 basis poin hari ini adalah peningkatan yang luar biasa besar, imbas dari kenaikan inflasi," kata Jerome Powell, Kepala The Fed.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan, pemerintah dan semua pihak harus bisa mengantisipasi langkah The Fed.

Baca juga: Kenaikan Suku Bunga The Fed Pengaruhi Pinjaman Bank untuk Kredit Rumah Hingga Mobil

Menurut Bhima, Bank Indonesia (BI) harus gerak cepat atau 'gercep' yaitu bisa bisa saja menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin sampai 50 basis poin untuk merespon kenaikan suku bunga The Fed.

“Bank Indonesia terdesak, kemungkinan menaikan suku bunga. Kenaikan suku bunga ini sekitar 25 sampai 50 basis poin sekali kenaikan. Atau 75 basis poin secara total di semester kedua 2022 ini untuk merespon dampak Fed rate naik,” ucap Bhima kepada Tribunnews, Kamis (22/6/2022).

Dirinya kembali melanjutkan, yang menjadi acuan atau alasan yang mendorong BI menaikan suku bunga yakni untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Jika tidak dilakukan, hal ini berdampak kepada Rupiah yang kemudian akan terdepresi dan memiliki efek domino terhadap imported inflation.

Sebagai informasi, imported inflation adalah salah satu jenis inflasi yang disebabkan oleh perubahan nilai tukar sehingga berdampak pada naiknya harga impor dari luar negeri. Akibatnya juga cukup serius dalam bidang ekonomi.

“Imported inflation ini tentu tidak diharapkan. Ketika harga energinya sedang tinggi, harga pangannya juga tinggi, kemudian didorong fluktuasi nilai tukar tentu banyak konsumen di Indonesia dan perusahaan di dalam negeri tidak siap,” papar Bhima.

Tak hanya sampai disitu, imbas langkah yang dilakukan The Fed dapat memicu stabilitas pasar keuangan khususnya surat utang.

Karena, kalau Indonesia tidak menyesuaikan suku bunganya, maka investor akan mengubah portofolionya, kemudian keluar dari Indonesia dan akan mencari instrumen lain yang imbal hasilnya jauh lebih tinggi.

Namun di satu sisi Bhima melihat, langkah BI yang terdesak menaikan suku bunga merupakan langkah yang dilematis.

Pasalnya dalam beberapa waktu belakangan ini tercatat kinerja penyaluran kredit perbankan sedang mengalami peningkatan, setelah sebelumnya terdampak pandemi.

“Jadi ini dilema. Di satu sisi, Bank Indonesia ingin menjaga tingkat suku bunga rendah. Karena ini sedang dalam momentum pertumbuhan kredit. Momentum perbankan menggenjot pertumbuhan pinjaman baru,” papar Bhima.

“Tapi di sisi lain harus mendesak suku bunga naik, maka proyeksinya Bank Indonesia akan menaikan suku bunga,” pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini