TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kalangan ekonom menilai aturan baru pendaftaran di akun MyPertamina sebagai syarat mendapatkan elpiji dan BBM bersubsidi merepotkan.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan hal itu bisa dilihat dari rata-rata karakteristik konsumennya.
"Sebagian besar dari mereka tidak dapat mengakses aplikasi MyPertamina. Ada yang tidak punya device (perangkat ponsel), bahkan kesulitan untuk mendaftar ataupun mengoperasikan sebuah aplikasi," kata Nailul kepada Tribun Network, Jumat (1/7/2022).
Dia menyebut beberapa daerah juga tidak memiliki akses internet yang memadai. Menurut Nailul, infrastruktur internet cepat masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.
Baca juga: Uji Coba MyPertamina: Ada yang Gagal Transaksi Karena Jaringan Telekomunikasi Kurang Optimal
"Jadi sebenarnya kebijakan kewajiban penggunaan MyPertamina saya ibaratkan kita makan nasi, yang kita butuhkan cuman piring biasa cukup, tapi kita diwajibkan punya piring dari perak," tuturnya.
Nailul tegas mengatakan kebijakan penggunaan MyPertamina untuk beli barang bersubsidi ini sesuatu yang 'keblinger'.
"Kalau saya bilang di Indonesia, orang susah untuk mendapatkan label orang miskin, karena jadi orang susah harus punya modal," imbuh dia.
Lebih lanjut, Nailul menambahkan aturan baru ini berpotensi menimbulkan kegaduhan terutama dalam hal keamanan data konsumen.
Peneliti muda ini memandang upaya Pertamina Patra Niaga memastikan produk subsidi tetap sasaran tidak akan efektif tanpa kesiapan faktor pendukung.
"Kita belum ngomongin masalah keamanan data-nya yang berpotensi bermasalah, kemudian mitigasi error ketika proses transaksi," papar Nailul.
Senada, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bima Yudhistira mengatakan saat ini hanya 14 persen keluarga paling miskin memiliki akses internet.
Bhima menilai sejauh ini masalah pendataan untuk penerima subsidi BBM maupun gas elpiji 3 kilogram belum sinkron.
"Kalau mereka dipaksa untuk mendaftarkan dulu justru terbalik, harusnya pemerintah Pertamina mendata orang miskin bukan justru kemudian orang yang mampu disuruh mendapat mendaftarkan diri melalui aplikasi," katanya.
Menurutnya, data orang miskin semestinya sudah ada menggunakan data penerima bantuan pada saat Covid di data terpadu Kesejahteraan Sosial.
Bahkan pemerintah, kata Bima, sudah memiliki data UMKM penerima bantuan usaha mikro.
"Itu sebenarnya bisa jadi basis data, namun sekarang yang terjadi adalah Pertamina pakai aplikasi, itu artinya mencari data baru dan kalau basisnya adalah kendaraan untuk yang BBM pertalite, sekarang enggak bisanya pakai batasan 2000 CC ke atas mobil tidak boleh pakai Pertalite.”
Seharusnya, lanjut Bima, Pertamina memberikan spesifikasi lebih detail lagi batasan soal penerima subsidi BBM maupun Elpiji.
Tetap Bisa Bayar Cash
Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting menjelaskan mekanisme pembelian BBM bersubsidi tidak mesti dilakukan lewat aplikasi MyPertamina.
Menurutnya, fungsi MyPertamina hanya untuk mendaftarkan diri agar manfaat subsidi tepat sasaran.
"Pembeliannya tidak harus pakai aplikasi, bisa membayar pakai kartu ataupun cash," jelas Irto.
Irto menerangkan setelah mendaftar konsumen nantinya akan menerima QR Code yang digunakan untuk bertransaksi.
Baca juga: Wilayah yang Diprioritaskan untuk Daftar MyPertamina: Bandung, Yogya, Solo, hingga Manado
Selanjutnya, konsumen yang mendaftarkan kendaraan dan identitasnya akan menerima notifikasi email yang didaftarkan.
"Kalau sudah terdaftar dan mendapatkan QR Code, maka yang bersangkutan bisa mendapatkan BBM Subsidi," terang Irto.
Uji coba pendaftaran ini dimulai dari di beberapa kota/kabupaten yang tersebar di 5 Provinsi antara lain Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta.
Irto menyampaikan pendaftaran untuk wilayah DKI Jakarta akan menyusul setelah di daerah sudah berhasil diimplementasikan.(Tribun Network/Reynas Abdila)