Sementara itu, PT Bank Muamalat Tbk. saat ini disokong oleh modal kuat Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), yang memiliki saham 77,42 persen di bank syariah tersebut. “Kalau dua bank ini bergerak lebih agresif dengan meniru cara jualan bank konvensional, pangsa pasar KPR syariah akan naik signifikan,” kata Amin.
Kesempatan bank syariah mencuri nasabah KPR juga didukung oleh Customer Sentiment Study H2 2021 yang dirilis oleh Rumah.com. Data menunjukan sebanyak 35 persen responden memilih bank syariah untuk membiayai kepemilikan rumah dan 29 persen lainnya memilih KPR bank konvensional.
Sisanya memilih angsuran langsung ke pengembang (17 persen), tunai (16 % ) dan KPR nonbank (2 % ). Alasan paling banyak memilih KPR syariah adalah jumlah cicilan yang tetap (74 % ). Angka ini berada di atas persoalan keyakinan agama, yang tercatat 70 persen.
Terpisah, pengamat ekonomi syariah dari Institut Pertanian Bogor Irfan Syauqi Beik mengatakan untuk mendorong penetrasi pasar, bank syariah perlu meningkatkan kolaborasi dengan pemerintah terkait program pengadaan rumah. Selain itu kerja sama dengan pengembang untuk mencari skema pembiayaan bagi calon nasabah juga perlu ditingkatkan.
“Sehingga harga jual rumah bisa dijaga pada level yang terjangkau oleh kelompok sasaran pembiayaan,” katanya.
Hal ini diharapkan pula dapat menekan angka kekurangan hunian alias backlog. Mengutip data Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR, jumlah backlog mencapai 12,7 juta.
Adapun mengutip data Otoritas Jasa Keuangan, per Maret 2022, pembiayaan rumah dari bank syariah senilai Rp 103,24 triliun atau naik 11,99 persen yoy. Secara persentase, angka ini telah meningkat dibandingkan dengan periode pandemi Covid-19, tetapi belum kembali ke level sebelum pandemi.
Pada periode yang sama KPR bank secara industri tumbuh 10,55 persen yoy, menjadi Rp556,09 triliun. Data industri mencatat pertumbuhan penyaluran KPR dalam tren positif seiring dengan pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.