News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jika Harga BBM Naik, Berikut Sejumlah Dampaknya, Berkurangnya Konsumsi hingga Inflasi Meningkat

Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pertalite habis. Stok Pertalite di SPBU di Jl Palmerah Jakarta Barat habis, kuota BBM subsidi semakin menipis. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, harga BBM berpotensi naik, meski tak menyebutkan secara gamblang kapan kenaikan harga tersebut terjadi.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, harga BBM berpotensi naik, meski tak menyebutkan secara gamblang kapan kenaikan harga tersebut terjadi.

Bahlil menyebut, beban untuk subsidi BBM diproyeksikan membengkak hingga Rp 600 triliun pada akhir 2022 karena lonjakan harga energi di global.

Jika harga BBM naik, diprediksi bakal berdampak pada berkurangnya minat konsumsi masyarakat hingga meningkatnya inflasi.

Baca juga: Pemerintah kaji kenaikan harga BBM subsidi, ahli ekonomi peringatkan masyarakat lapisan bawah akan paling terdampak

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey turut menyoroti wacana pemerintah menaikkan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite. Aprindo menilai naiknya harga Pertalite akan berimbas pada berkurangnya minat konsumsi masyarakat.

"Jika terdapat kenaikan harga BBM khususnya Pertalite, maka minat konsumsi bakal berkurang. Masyarakat akan menahan belanja atau menunda konsumsi, ditambah lagi adanya inflasi," kata Roy seperti dikutip dari Kontan.co.id.

Padahal konsumsi rumah tangga paling tinggi kontribusinya bagi PDB (Produk Domestik Bruto), yakni lebih dari 50 persen. Oleh karena itu, Roy mengatakan ada 3 poin penting yang mesti diperhatikan sebelum pemerintah menaikkan harga jual BBM terkhusus Pertalite.

Pertama, Aprindo berharap besar pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat dengan melakukan mitigasi untuk menciptakan masyarakat yang mampu secara daya beli sebelum mengerek harga jual BBM. Hal ini dapat dimulai dengan pembukaan lapangan kerja seluas-luasnya, sehingga menghindari ketidakmampuan masyarakat.

Kedua, program substitusi dari konsumsi masyarakat juga harus mulai digalakkan. Sebab, kondisi ini membuat ketergantungan bagi suatu bahan pokok seperti gandum yang harganya melambung sejak inflasi. Dengan adanya substitusi, maka konsumsi dapat terus terjaga.

Baca juga: Ekonom: Masyarakat Rentan Harus Dilindungi Bansos BLT Jika Harga BBM Subsidi Naik

Ketiga, naiknya harga BBM harus memberikan kompensasi yang berkelanjutan misalnya seperti bantuan langsung tunai, bantuan keluarga harapan, ataupun dana desa. Hal ini agar menjaga daya beli masyarakat Indonesia yang lebih dari separuh merupakan kelas menengah ke bawah.

Roy bilang, meskipun inflasi ini terjadi secara global namun kemampuan dari setiap negara tidak dapat disamaratakan. Indonesia sendiri yang memiliki sumber daya unggulan seperti CPO (Crude Palm Oil) ataupun Batubara mestinya bisa menutupi kekurangan-kekurangan di sektor lainnya, sehingga tidak harus menaikkan harga jual BBM.

Namun jika akhirnya pemerintah tidak dapat menahan tekanan inflasi sehingga harus menaikkan harga jual BBM jenis Pertalite, dengan secara terpaksa industri ritel bakal menaikkan harga jual.

Roy menjelaskan, kenaikan BBM ini sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan kelangsungan ritel. Namun dari sektor hulu atau pengusaha yang melakukan penyesuaian harga jual bakal mengerek harga di ritel.

Adapun ongkos produksi ritel dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja, listrik dan perpajakan.

Ekonom Prediksi Inflasi Meningkat

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini