TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Direktur Centre for Banking Crisis (CBC), Achmad Deni Daruri melihat saat ini muncul ancaman serius terhadap stabilitas sektor keuangan dalam negeri, akibat dampak potensi stagflasi, Covid-19, dan cacar monyet.
Sebagai informasi, stagflasi sebagai periode inflasi yang dikombinasikan dengan penurunan produk domestik bruto (PDB).
Singkatnya, stagflasi digambarkan sebagai sebuah kondisi ekonomi yang melambat dan biasanya disertai dengan kenaikan harga-harga pokok (inflasi).
Untuk itu, kata Deni, struktur dan perilaku (Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di bawah kendali Mahendra Siregar harus bisa menyesuaikan dengan tantangan tersebut.
Baca juga: Apa Itu Stagflasi? Berikut Penyebab, Dampak, dan Cara Mengatasi
Deni menjelaskan, Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi pada 17 Agustus 2022, layak diapresiasi. Sebab, Deni menyebut terbetik rencana untuk merombak UU Bank Indonesia (BI).
Di mana, tugas BI bukan hanya mengelola inflasi dan nilai tukar rupiah, namun juga pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan stabilitas sektor keuangan.
"Saya kira, DPR harus menyukseskan rencana ini," tuturnya.
Selanjutnya dia mengingatkan akan pentingnya koordinasi untuk meminimalkan konflik, persaingan berakhir, pemborosan, penundaan, ketidakpedulian, dan masalah organisasi lainnya. Ini memastikan kelancaran fungsi organisasi.
"Ketua OJK jangan hanya berkecimpung pada taksonomi-taksonomi green saja. Ketua OJK harus keluar dari perangkap sektoral dan terpaku pada kontrol semata."
Di balik kelemahan itu, Deni mengapresiasi keberhasilan OJK era Wimboh Santoso yang berhasil merestrukturisasi Bank Bukopin hingga Bank Muamalat, sehingga berhasil menyelamatkan dana haji.
Per Mei 2022, OJK mencatat total outstanding restrukturisasi perbankan mencapai Rp596,25 triliun. Angka tersebut turun Rp10,14 triliun ketimbang bulan sebelumnya.
Sementara akhir 2021, angka tersebut turun 67,24 persen dan NPL perbankan di saat yang sama, masih cukup terjaga. Berdasarkan data OJK, NPL gross per Mei 2022 mencapai 3,04 persen, dan NPL nett sebesar 0,85 persen.