Respons Ekonom jika BBM Subsisi Naik
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, turut merespons jika terjadi kenaikan harga BBM Subsidi jenis Pertalite.
Bhima mengatakan, bila harga BBM Pertalite naik 30 persen-40 persen, maka anggaran untuk perlindungan sosial bisa meningkat.
Dikatakan, anggaran perlindangan bisa naik Rp 200 triliun hingga Rp 300 triliun atau menjadi Rp 631 triliun, dari sebelumnya Rp 431,5 triliun dalam APBN 2022.
Menurut Bhima, kebutuhan anggaran perlindungan sosial naik karena jumlah orang miskin dan rentan miskin terdampak dari kenaikan harga BBM cukup banyak.
"Misalnya ada orang miskin dia enggak punya motor atau mobil, tetap menanggung dampak kenaikan harga BBM karena biaya bahan makanan ikut naik," kata Bhima, dikutip Tribunnews.com dari Kontan.co.id, Selasa (23/8/2022).
Selain itu, kata Bhima, efek domino dari kenaikan harga BBM bisa sangat luas, seperti mempengaruhi keberlanjutan usaha kecil dan mikro.
Baca juga: Wakil Ketua MPR Syarief Hasan: Naiknya Harga Pertalite Semakin Mencekik Daya Beli Rakyat
Bhima menambahkan, saat ini ada 64 juta unit UMKM yang bergantung dari BBM subsidi baik pertalite maupun solar.
Jika pelaku UMKM ingin menyesuaikan harga jual produk, maka tidak semua konsumen siap.
Sehingga, imbasnya, para UMKM juga butuh mendapatkan kompensasi dari kenaikan harga BBM.
Selanjutnya, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, mengungkapkan pemerintah perlu mempertimbangkan kembali wacana kenaikan harga Pertalite.
Nailul Huda menjelaskan, apabila harga BBM Pertalite naik menjadi Rp 10.000 hingga Rp 11.000 per liter, maka memberatkan masyarakat dan inflasi bisa naik.
"Kalau ke harga Rp 10.000 hingga Rp 11.000 saya rasa sangat berat bagi masyarakat," ucapnya.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS/Taufik Ismail, Kontan.co.id/Dendi Siswanto, Kompas.com, Kompas.tv)
Simak berita lainnya terkait Harga BBM Subsidi