TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (PUSHEP) Bisman Bakhtiar mengatakan, dalam memberantas praktik pertambangan tanpa izin (PETI) atau pertambangan ilegal diperlukan penegakkan hukum yang benar.
Karena menurutnya, tidak dipungkiri bahwa saat harga komoditas seperti batu bara dan mineral tinggi, praktik pertambangan ilegal ikut marak.
“Jika penegakan hukum benar, dengan mudah (PETI) bisa diatasi. Jadi harus ada komitmen kuat dari atas,” ujar Bisman seperti dikutip dari Kompas.com, Jumat (2/9/2022).
Baca juga: Kegiatan PETI Disebut Makin Masif, Ahli Pertambangan Berikan Delapan Rekomendasi ke Pemerintah
PUSHEP menilai, rencana pemerintah membentuk unit kerja eselon satu untuk penegakkan hukum sektor ESDM di Kementerian ESDM dinilai positif. Hal ini bisa menjadi dorongan untuk pemberantasan PETI.
“Paling tidak bisa menjadi pendorong untuk efektivitas penegakan hukum,” kata Bisman.
Sebab, Inspektur Tambang Kementerian ESDM yang melakukan penertiban ternyata tak punya kewenangan menangani PETI, sebab hal itu jadi ranah aparat hukum.
“Keberadaan Gakkum ESDM nantinya, tentu harus tetap kerja sama dengan polisi, termasuk sinergi dengan (Ditjen) Gakkum di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan jika ada PETI di lokasi hutan,” kata Bisman.
Sementara itu, Inspektur Tambang Ahli Madya Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Ditjen Minerba Kementerian ESDM Antonius Agung Setijawan mengatakan, faktor umum penyebab PETI adalah terbatasnya lapangan kerja, desakan ekonomi, tidak memerlukan syarat pendidikan, tergiur hasil yang instan.
“Ada juga dukungan pemodal serta penegakan hukum yang tidak merata di setiap tempat,” katanya saat berbicara pada sebuah webinar, Senin (22/8/2022).
Agung menjelaskan, upaya penanganan PETI dari Kementerian ESDM dilakukan melalui penataan wilayah dan regulasi serta pembinaan oleh PPNS.
Selain itu pendataan dan pemantauan oleh informasi teknologi (IT) serta formalisasi menjadi Wilayah Pertambangan Rakyat (IPR).
Baca juga: APBI: Unit Khusus Penegak Hukum Kementerian ESDM Bisa Urai Praktik Pertambangan Tanpa Izin
Untuk KLHK penanganan melalui pemulihan kerusakan dan lahan serta pengendalian peredaran dan penggunaan B3. “Untuk Kemendagri koordinasi dengan Pemda serta Polri berupa penindakan,” ujarnya.
Data PETI
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperlihatkan, lokasi PETI ada di 2.741 titik, salah satu yang terbanyak berada di di Sumatera Selatan, yaitu 33 lokasi PETI batu bara di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) salah satu perusahaan nasional dan 529 lokasi PETI mineral.
Praktik penambangan ilegal komoditas batubara, mineral logam dan nonlogam juga terjadi di Kalimantan Timur, yaitu 36 PETI batu bara di dalam WIUP dan enam PETI mineral. Di Kalimantan Selatan, 26 lokasi PETI batu bara dan 1 PETI mineral.
Penyebab Maraknya Kegiatan Pertambangan Ilegal di Sejumlah Daerah
Maraknya kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) di sejumlah daerah di Indonesia ditengarai akibat adanya pembiaran dan minimnya pengawasan dari pihak berwenang.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dirilis beberapa waktu lalu menyebutkan, hingga kuartal III 2022 terdapat lebih dari 2.700 lokasi pertambangan tanpa izin di Indonesia.
Baca juga: Presiden Jokowi Tinjau Aktivitas Tambang Bawah Tanah PT Freeport Indonesia di Mimika
Dari jumlah tersebut, sekitar 2.600-an lokasi merupakan pertambangan mineral dan 96 lokasi merupakan tambang batu bara.
Pakar hukum pertambangan Ahmad Redi mengatakan, maraknya aktivitas PETI tidak bisa dilepaskan dari nilai ekonomi yang didapat masyarakat, apalagi banyak masyarakat yang menggantungkan mata pencaharian dari aktivitas ilegal tersebut.
Di sisi lain, perizinan tambang rakyat saat ini masih sulit karena belum optimalnya komitmen dari pemerintah daerah dalam menetapkan Perda Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Khusus IPR, kata Redi, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
"Adanya pembiaran dari pihak berwenang, kurangnya pengawasan, dan kurangnya fasilitasi perizinan. Itu penyebabnya,” kata Redi, Senin (25/7/2022).
Menurutnya, dalam praktiknya PETI bisa bermacam-macam. Pelaku ada yang memanfaatkan area hutan lindung dan hutan produksi, ada juga yang melakukannya di lahan yang termasuk eilayah izin usaha pertambangan milik perusahaan.
Baca juga: Bikin Rugi, MInta Pemerintah Lebih Serius Atasi Tambang Ilegal
Bahkan, dia menyebut ada juga PETI yang dilakukan di wilayah pesisir dan pulau-pulai kecil.
Ia menilai, kondisi tersebut merugikan banyak pihak, sebab selain potensi kerusakan wilayah karena praktiknya tidak mengindahkan kaidah lingkungan dan aspek Kesehatan, keamanan, keselamatan, dan lingkungan (HSSE), PETI juga merugikan negara karena pelaku tidak menyetor royalti maupun pajak.
"Padahal, SDA yang ada di bawah permukaan tanah merupakan kekayaan yang dikuasai negara sehingga untuk dapat diusahakan perlu mendapat perizinan dari pihak yang berwenang,” katanya.
Dia menambahkan, secara normatif, Pasal 158 UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah mengatur bahwa PETI merupakan kejahatan sehingga pelakunya dikenai pertanggungjawaban pidana.
Penegakan hukum pidana, baik penal maupun nonpenal dapat dilakukan dalam pencegahan dan penindakan PETI.
Agar aktivitas PETI bisa diberantas, Redi menyampaikan, harus ada upaya hukum yang bersifat multiektor disertai koordinasi antarinstansi terkait.
Selain itu, juga diperlukan penegakan hukum yang kuat serta supervisi antara kementerian dan lembaga agar pemberatasan praktik illegal ini bisa berhasil.
Baca juga: Kembangkan Bisnis BUMN Tambang Ini Garap Jual Beli Tenaga Listrik untuk Smelter
“Perlu juga ada Satgas Penanggulangan PETI. Satgas ini tidak hanya bersifat penegakan hukum, tetapi juga melakukan pembinaan, fasilitasi, dan supervisi,” ujar Redi.
Selain itu, Redi menilai perlunya komitmen yang tinggi dari stakeholders terkait untuk mengatasi masalah PETI, di mana pembentukan Satgas Penanggulangan PETI menjadi salah satu cara agar ada kerja teroraganisir, lintas sektor, dan komprehensif dalam mengatasi persoalan PETI.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Penegakkan Hukum, Kunci Atasi Praktik Pertambangan Tak Berizin"