Laporan Wartawan Warta Kota, Nuri Yatul Hikmah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perwakilan para buruh dan Serikat Petani Indonesia (SPI) yang menggelar aksi demo di Jalan Medan Merdeka, Jakarta, akhirnya ditemui perwakilan Istana, Sabtu (24/9/2022).
Para buruh yang diwakili Said Iqbal selaku Presiden Partai Buruh dan Agus Ruli Adiansyah selaku Sekretaris Umum SPI, bertemu Heru Budi, Kepala Sekertariat Kepresidenan.
Mereka membahas mengenai tiga isu utama berkaitan dengan reforma agraria, undang-undang omnibus law, dan penolakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Selama 30 menit berbincang dengan Heru, Said Iqbal keluar bersama Agus Ruli dan menyampaikan hasil pertemuan tersebut.
"Pada kesempatan tadi, kami menyampaikan tiga isu kepada kepada pihak istana negara," ujar Said Iqbal.
Pertama, reforma agraria yang belum maksimal dijalankan presiden Joko Widodo. Padahal, sebelumnya ia berjanji akan membagikan sebanyak 9 juta hektar tanah kepada petani.
"Sayangnya, program tersebut tidak ditindaklanjuti oleh pejabat yang ditunjuk untuk mengimplementasikan undang-undang agraria itu," ujar Said.
Selain itu, tidak dijalankannya reforma agraria membuat para petani menderita.
Baca juga: Cerita Petani Lebak Sulit Dapatkan Lahan Bercocok Tanam di Tanah Kelahirannya Sendiri
Said Iqbal, beberapa petani ikut berdialog dengann Heru. Mereka menyebut, tanah garapannya yang dimiliki sejak 1940 dirampas tanpa ampun oleh perusahaan swasta meskipun petani tersebut sudah memiliki surat girik.
Bahkan demi memperjuangkan haknya mereka sampai dua kali dipenjara.
Baca juga: Hanya Untungkan Korporasi, Partai Buruh Tolak Konsep Bank Tanah Omnibus Law
Said Iqbal menegaskan, jika reformasi agraria dijalankan, setiap petani mendapatkan bagian tanah dan diakui oleh pemerintah sesuai yang dijanjikan Jokowi.
"Reforma agraria meliputi penolakan kriminalisasi yang menggunakan jalan-jalan kekerasan dan berujung penjara di tanah yang mereka perjuangkan," ujarnya.
Baca juga: Khawatir Impor Pangan Bakal Merugikan Petani, SPI Tolak Omnibus Law
Kedua, massa buruh dan SPI juga menuntut penolakan undang-undang cipta kerja atau omnibus law yang dianggap hanya mengkomersialisasi lahan-lahan pertanian.
Hal tersebut dinilainya menguntungkan pihak korporasi. Bahkan, cenderung menjauhkan petani dari tanahnya.
"Impor hanya boleh dilakukan ketika cadangan ketersediaan pangan di dalam negeri tidak mencukupi. Dalam omnibus law, konsep itu hilang bahkan menjadi brutal. Sehingga itu akan merugikan kaum tani," tegasnya.
Baca juga: Hari Tani Nasional, Ribuan Buruh dan Tani Tuntut Reforma Agraria di Depan Istana Negara
Ia juga menegaskan, hingga saat ini para petani bahkan tak mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dijanjikan pemerintah. Pelaksanaannya cenderung tak tepat sasaran.
Hal tersebut juga yang memicu isu ketiga digelontorkan Said kepada pihak istana, yakni menolak kenaikan harga BBM. Pasalnya, kenaikan harga BBM tersebut dirasa tambah memberatkan petani.