Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Presiden Bank Dunia David Malpass pada Rabu (28/9/2022) kemarin, memperingatkan negara-negara di dunia mengenai meningkatnya risiko stagflasi.
Dalam pidatonya di Universitas Stanford, Malpass juga menyampaikan kemungkinan peningkatan resesi di Eropa seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi China dan output ekonomi Amerika Serikat yang telah berkontraksi pada paruh pertama tahun ini.
Perkembangan tersebut dapat berdampak besar bagi negara-negara berkembang, kata Malpass.
"Negara berkembang menghadapi prospek jangka pendek yang sangat menantang yang dibentuk oleh harga pupuk dan energi yang meningkat tajam, kenaikan suku bunga dan spread kredit, depresiasi mata uang dan arus keluar modal. Bahaya yang mendesak bagi negara berkembang adalah bahwa perlambatan tajam dalam pertumbuhan global semakin dalam ke dalam resesi global," ungkap David Malpass, yang dikutip dari Reuters.
Baca juga: Inggris Masuk Jurang Resesi, Berpotensi Picu Stagflasi
Untuk mengatasi "badai" dari kenaikan suku bunga yang melanda saat ini, inflasi yang tinggi serta pertumbuhan ekonomi yang melambat, dibutuhkan pendekatan makro dan mikro ekonomi baru, termasuk pengeluaran yang ditargetkan lebih baik dan upaya yang disampaikan dengan jelas untuk meningkatkan pasokan, kata Malpass.
Lantas, apa itu fenomena stagflasi yang mengancam sejumlah negara-negara di dunia? simak penjelasannya di bawah ini mengenai pengertian, penyebab dan dampaknya:
Apa itu Stagflasi?
Melansir dari Investopedia, stagflasi adalah situasi ekonomi yang ditandai dengan pertumbuhan yang lambat dan tingkat pengangguran yang tinggi disertai dengan inflasi. Pembuat kebijakan moneter menemukan kombinasi ini sangat sulit untuk ditangani, karena upaya untuk memperbaiki salah satu faktor dapat memperburuk faktor lainnya.
Istilah stagflasi pertama kali disebutkan oleh politisi Inggris Iain MacLeod di hadapan parlemen Inggris pada tahun 1965. "Stag" berasal dari suku kata pertama "Stagnasi", yang merujuk pada menurunnya kondisi ekonomi, sementara "flasi" diambil dari kata "inflasi", yang merujuk pada naiknya harga barang-barang secara umum dan terjadi secara terus menerus.
Istilah ini dihidupkan kembali di Amerika Serikat selama krisis minyak tahun 1970-an, yang menyebabkan resesi selama lima kuartal berturut-turut dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) menuju ke zona negatif.
Efek stagflasi diilustrasikan melalui misery indeks, yang mengukur tingkat inflasi dan tingkat pengangguran serta melacak dampak nyata dari stagflasi bagi penduduk di suatu negara.
Penyebab Stagflasi
Belum ada kesepakatan nyata di antara para ekonom mengenai penyebab stagflasi. Mereka telah mengajukan beberapa pendapat untuk menjelaskan bagaimana stagflasi dapat terjadi.
1. Kenaikan Harga Minyak