News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Data Inflasi Amerika Serikat Pada September 2022 Diproyeksi Sentuh 8,1 Persen

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Orang-orang mengantre untuk menerima paket makanan selama pemberian makanan Bank Makanan Komunitas Alameda County di Acts Full Gospel Church pada 15 Juli 2022 di Oakland, California. Rekor inflasi yang tinggi memaksa banyak orang bergantung pada bank makanan untuk kebutuhan dasar karena harga bahan makanan terus meroket. Justin Sullivan/Getty Images/AFP (Photo by JUSTIN SULLIVAN / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / Getty Images via AFP)

Laporan Wartawan Tribunnews.com  Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Indeks harga konsumen (IHK) Amerika Serikat (AS) pada September diperkirakan melambat.

Investor saat ini tengah menantikan perilisan data inflasi Amerika Serikat yang dapat menentukan pengetatan moneter The Fed.

Menurut data yang dikutip dari Bloomberg, indeks IHK AS pada September menyusut jadi 8,1 persen (year-on-year/yoy) dari sebelumnya IHK dipatok di kisaran 8,3 persen selama Agustus 2022.

Baca juga: Jelang Rilis Data Inflasi Amerika Serikat, Bitcoin Bertahan di Kisaran Level 19 Ribu Dolar AS

"Jika indeks harga produsen September merupakan indikasi, itu mungkin masih belum terjadi," ujar Ekonom senior di perusahaan trading saham Optiver, Sumit Kendurkar.

Meski data inflasi bulanan diperkirakan menunjukkan penurunan, namun hal tersebut tampaknya tak berlaku bagi IHK Inti, yang tidak termasuk harga makanan dan energi.

Dimana selama September terpantau bergejolak, hingga IKH Inti diperkirakan naik menjadi 6,5 persen dari 6,3 persen.

Walau secara keseluruhan data inflasi AS menyusut namun dengan adanya kenaikan IHK inti membuat para investor meyakini bawah The Fed akan kembali mengambil sikap hawkish.

Terlebih pada pertemuan FOMC pada 20 hingga 21 September kemarin, para pejabat bank sentral AS telah sepakat untuk meningkatkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin menuju kisaran target 3 persen hingga 3,25 persen.

Sejumlah pejabat mengatakan langkah ini harus diambil untuk menyeimbangkan laju inflasi ke target 2 persen, sehingga dapat  mengurangi risiko dan dampak negatif yang akan terjadi terhadap prospek ekonomi AS.

Baca juga: Kepala Ekonom IMF: Pertarungan Bank Sentral Melawan Inflasi akan Berlanjut Hingga 2024

Sebelum The Fed memutuskan untuk mengerek naik suku bunga acuan pada pertemuan di Oktober nanti, pergerakan S&P 500 dan obligasi AS telah goyah ke level paling negatif sejak 2015, pada perdagangan Kamis (13/10/2022).

Bahkan kondisi pasar mata uang, dolar juga ikut terseret jatuh hingga nilainya melemah terhadap mata uang lainnya usai imbal hasil Treasury 10-tahun AS gagal menahan posisi tertinggi multi tahun.

"Lintasan data inflasi yang cenderung menurun mulai terasa seperti angan-angan karena data telah datang berombak terbaik," jelas Yung-Yu Ma, kepala strategi investasi di BMO Wealth Management.

Beberapa investor AS saat ini masih berharap The fed dapat menurunkan suku bunga yang lebih rendah dari perkiraan.

Sementara investor di Inggris sedang menunggu keputusan Bank of England yang rencananya akan mengakhiri program pembelian obligasi darurat yang diluncurkan untuk menenangkan pasar. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini