News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Nilai Tukar Rupiah

VIDEO Rupiah Makin Terpuruk, Sedikit Lagi Tembus Rp15.500 per Dolar AS: Ini Analisa Pengamat

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Srihandriatmo Malau
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berada di level Rp15.477 pada Senin (17/10/2022) pukul 11.06 WIB.

Pengamat Pasar Keuangan Ibrahim Assuaibi mengatakan nilai tukar mata uang Garuda memang sudah diramal kian mendekati level Rp15.500.

Ibrahim menjelaskan hal itu dalam analisanya yang diperoleh Tribunnews, (15/10/2022).

"Untuk perdagangan Senin (17/10), mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.410 hingga Rp15.460," jelas Ibrahim.

Tren pelemahan rupiah sudah berlangsung sejak beberapa Minggu ke belakang.

Sebagai informasi, pada Jumat pekan kemarin (14/10/2022), rupiah terhadap dolar AS berada di level Rp15.427.

Sebelumnya pada Kamis (13/10/2022), nilai tukar rupiah di level Rp15.361

Pelemahan tersebut, lanjut Ibrahim, disebabkan pasar masih menyoroti sejumlah faktor eksternal dan internal.

Untuk faktor eksternal, kondisi pasar terpengaruh sentimen jatuhnya indeks dolar terhadap sebagian besar mata uang, meskipun masih dalam level yang tinggi dalam perdagangan yang bergejolak.

"Awalnya (dolar AS) melonjak, menyusul laporan inflasi AS yang lebih panas dari perkiraan, karena beberapa investor menganggap respons awal pasar terhadap data itu berlebihan," ucap Ibrahim.

Dengan masih tingginya angka inflasi di AS, The Fed kemungkinan besar masih akan menaikkan suku bunga, sebagai upaya untuk menjinakkan inflasi.

Sementara itu untuk faktor internal, perekonomian Indonesia masih dihantui situasi yang mencekam.

Mulai dari inflasi yang tinggi, isu pertumbuhan upah, kerawanan energi dan pangan, risiko iklim, dan fragmentasi geopolitik.

"Diketahui, perang di Ukraina terus memperburuk keamanan pangan global dan krisis gizi dengan harga energi, makanan, dan pupuk yang tinggi dan tidak stabil; kebijakan perdagangan yang membatasi dan gangguan rantai pasokan," pungkas Ibrahim.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini