Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia telah memperpanjang kebijakan pelonggaran rasio loan to value (LTV) dan financing to value (FTV) untuk kredit pemilikan rumah (KPR), serta pembiayaan properti hingga 31 Desember 2023.
Kebijakan ini memungkinkan masyarakat membeli properti menggunakan KPR dengan fasilitas down payment (DP) atau uang muka Nol persen.
Marine Novita, Country Manager Rumah.com mengatakan, perpanjangan ini diharapkan bisa mempertahankan tren positif sektor properti yang sudah cukup membaik selama setahun terakhir ini.
Menurutnya, stimulus pemerintah berupa DP 0 persen yang diluncurkan tahun lalu, terbukti memberi pengaruh signifikan terhadap perputaran ekonomi di sektor properti.
Baca juga: Bank Indonesia Lanjutkan Kebijakan DP 0 Persen Kredit Kendaraan Bermotor dan Properti hingga 2023
Apalagi industri properti, kata Marine, merupakan sektor strategis yang melibatkan 174 sektor lainnya dan 350 jenis industri terkait skala kecil, sehingga memiliki multiplier effect bagi pemulihan ekonomi nasional.
"Perpanjangan kebijakan stimulus DP 0 persen untuk sektor properti perlu dimaksimalkan manfaatnya terutama bagi para pencari rumah," papar Marine dalam keterangannya, Sabtu (29/10/2022).
Oleh karena itu, Marine menyebut, para pengembang harus memperhatikan beberapa aspek penting yang menjadi perhatian para pencari rumah, sebagaimana terlihat dari hasil survei Rumah.com Consumer Sentiment Study H2 2022.
Survei kali ini berdasarkan 1.000 responden dari seluruh Indonesia yang berlangsung pada Juni hingga Juli 2022.
Ia menyebut, beberapa aspek penting yang diperhatikan para pencari rumah di Indonesia di antaranya, mereka makin peduli dengan lingkungan sekitar hunian sekaligus memikirkan aspek kesehatan pasca pandemi.
Sebanyak 83 persen responden survei menyatakan, bersedia membayar lebih untuk properti yang memiliki fitur ramah lingkungan dan kesehatan.
Hasil survei Rumah.com Consumer Sentiment Study H2 2022 juga mengungkap, hampir seluruh responden khawatir dengan perubahan iklim yang mempengaruhi properti mereka seperti dinyatakan oleh 97 persen responden.
"Mayoritas responden menyebutkan bencana alam seperti banjir, gempa bumi, kebakaran dan tanah longsor sebagai perhatian utama mereka ketika membeli hunian," paparnya.
Sementara itu, mayoritas responden menganggap bahwa kehidupan yang berkelanjutan itu penting.
Hal ini dinyatakan oleh 95 persen responden survei. Selanjutnya, lebih dari separuh responden menganggap penting untuk memiliki rumah yang dirancang untuk menghemat listrik.
Pentingnya hidup yang berkelanjutan dan beberapa fitur-fitur pentingnya adalah hunian yang didesain mengurangi kebutuhan penggunaan pendingin ruangan (AC) dan lampu sehingga menghemat biaya listrik, dinyatakan oleh 56 persen responden.
Lalu, hunian yang lokasinya memungkinkan untuk bepergian setiap hari tanpa perlu menggunakan kendaraan pribadi, dinyatakan oleh 38 persen responden.
"Hasil survei juga mengungkap konsumen properti mempertimbangkan beberapa fitur properti penting setelah terjadinya transisi ketika hidup dengan Covid-19 sebagai endemik," ujarnya.
Menurutnya, dua fitur penting yang paling banyak dinyatakan responden adalah kedekatan dengan transportasi umum, dan kedekatan dengan area hijau yang masing-masing dikemukakan 64 persen responden.
Baca juga: Dibayangi Resesi Global, Sektor Properti Diprediksi Tetap Prospektif
“Fitur properti lainnya yang dirasa penting oleh responden adalah hunian yang memiliki area untuk anak-anak bermain dan belajar seperti dinyatakan oleh 56 persen responden. Kedekatan hunian dengan gerai makanan dan minuman serta pusat perbelanjaan juga menjadi fitur penting yang dikemukakan oleh 53 persen responden. Sementara hunian yang tidak terlalu padat juga menjadi perhatian penting bagi 46 persen responden," jelasnya.
Marine menuturkan, hasil survei juga menunjukkan 71 persen responden merasa telah memiliki pengetahuan yang cukup dalam urusan pembelian hunian.
Namun, ternyata mereka belum sepenuhnya tahu aspek-aspek penting yang justru perlu mereka ketahui, nyatanya hanya 16 persen responden yang benar-benar tahu tentang seluruh aspek pembelian hunian.
Dari seluruh aspek pembelian hunian, Marine menyebut, yang paling tidak diketahui responden adalah tidak mengetahui seputar biaya-biaya ekstra yang perlu mereka keluarkan saat membeli hunian, seperti dinyatakan 17 persen responden sementara 14 persen responden tidak mengetahui seputar aspek legalitas, atau dokumen-dokumen penting dalam membeli hunian.
Selanjutnya 14 persen responden, tidak mengetahui seputar skema pembiayaan atau program pemerintah yang bisa mereka ambil untuk membeli hunian.
12 persen responden tidak mengetahui seputar pajak, seperti Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), atau Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk hunian yang akan mereka beli nanti.
Sedangkan 9 persen responden tidak mengetahui seputar kemampuan finansial dan persyaratan yang harus mereka penuhi untuk pembiayaan hunian, serta 6 persen responden tidak mengetahui seputar cara memilih hunian yang tepat, seperti dari faktor lokasi, harga, tipe, dan lain sebagainya.
“Terlepas dari kurangnya pengetahuan tentang seluruh aspek pembelian hunian, namun infrastruktur tetap menjadi pertimbangan penting responden ketika memilih lokasi rumah. Hasil survei menunjukkan bahwa 4 dari 5 responden akan mempertimbangkan infrastruktur masa depan ketika membuat keputusan pembelian hunian," kata Marine.
Infrastruktur masa depan yang menjadi pertimbangan responden adalah jalan tol baru dinyatakan oleh 46 persen responden, bus kota oleh 34 persen responden, LRT Jabodetabek oleh 32 persen responden, kereta komuter oleh 32 persen responden dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung oleh 19 persen responden.
"Gencarnya pembangunan infrastruktur dan transportasi umum oleh pemerintah perlu diikuti para pengembang properti untuk mulai membangun hunian baru di sekitarnya, sehingga tercipta pusat ekonomi baru," katanya.