Ditambahkan, BBM bersubsidi punya dua dimensi, adil secara ekonomi dan adil secara ekologis dan jika merujuk pada UU tentang energi, maka subsidi energi peruntukannya adalah utk masyarakat tidak mampu.
Jadi jika BBM bersubaidi mayoritas digunakan oleh pemilik kendaraan bermotor, maka ini bentuk ketidakadilan dari sisi ekonomi.
"Dari sisi ekologis, BBM bersubsidi adalah bentuk ketidakadilan ekologis, sebab yang berhak atas subsidi energi adalah energi baru terbarukan, bukan energi fosil seperti BBM, apalagi BBM dengan kadar oktan yang rendah," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pengendalian Pencemaran Udara (KLHK), Luckmi Purwandari mengatakan, terjadi penurunan indeks polusi udara setelah terjadinya kenaikan BBM subsidi pada September lalu.
“Setelah kenaikan harga BBM kualitas udara membaik dan nilainya menurun kami sudah menyiapkan datanya, namun belum memiliki berapa persen turunnya,” kata Luckmi Purwandari.
Polusi kendaraan bermotor diperketat dengan produksi kendaraan bermotor diatas tahun 2016 harus memenuhi standar emisi.
Baca juga: Pertamina Tingkatkan Kapasitas Geotermal untuk Capai Pengurangan Emisi Signifikan
Safrin Liputo dari Dinas Perhubungan Pemprof DKI mengatakan, pengendalian penggunaan kendaraan pribadi terus dilakukan secara masif di Jakarta.
Apalagi setelah angkutan publik atau angkutan umum di Jakarta berhasil terintegrasi.
"Sebelum angkutan massal terintegrasi, rata-rata tingkat keterisian Trans Jakarta misalnya masih sekitar 350 ribu perhari tapi usai terintegrasi, ada lompatan tingkat keterisian menjadi 1 juta penumpang.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, revisi Perpres 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM masih dalam proses pembahasan lintas kementerian, mulai dari Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, hingga Kementerian Keuangan .