Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, NUSA DUA - Pemerintah Indonesia, Bank Pembangunan Asia (ADB) dan perusahaan listrik swasta bekerja sama untuk mendanai kembali dan menghentikan pembangkit listrik tenaga batubara di Tanah Air.
Ini menjadi proyek pertama di bawah program pengurangan emisi karbon inovatif yang diumumkan ADB dan Indonesia hari ini, Senin (14/11/2022).
Pembangkit listrik Cirebon berkapasitas 660 megawatt di Jawa Barat akan dibiayai kembali dalam kesepakatan 250 juta dolar AS hingga 300 juta dolar AS, dengan syarat pembangkit listrik tersebut tidak beroperasi 10 hingga 15 tahun sebelum akhir masa manfaat 40 hingga 50 tahun di bawah nota kesepahaman (MOU), kata pejabat ADB.
Baca juga: Eropa Krisis Energi, Inggris akan Bangun Pembangkit Listrik di Luar Angkasa
ADB yang berbasis di Filipina dan Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani mengumumkan MOU dengan produsen listrik independen Cirebon Electric Power dalam sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) para pemimpin G20 di Bali.
Kesepakatan itu, merupakan rincian akhir yang akan disempurnakan di bawah MOU, dapat menghilangkan sebanyak 30 juta ton emisi gas rumah kaca selama periode 15 tahun, setara dengan menghilangkan 800.000 mobil dari jalan raya, menurut perkiraan ADB.
Perjanjian itu adalah yang pertama dilakukan di bawah Mekanisme Transisi Energi (ETM) ADB, sebuah inisiatif untuk memadukan dana investasi swasta, keuangan publik dan sumbangan filantropi untuk membeli atau membiayai kembali pembangkit listrik tenaga batu bara di Asia Tenggara. Inisiatif tersebut dilakukan untuk menghentikan pembangkit listrik batu bara lebih awal saat kawasan Asia Tenggara beralih ke energi terbarukan.
Proyek ETM dikembangkan oleh ADB dengan masukan dari perusahaan sektor swasta termasuk Prudential, Citi, dan Black Rock untuk menghilangkan emisi karbon di masa depan dengan mengubah ekonomi operasi pembangkit batu bara.
"Masalah warisan pembangkit listrik tenaga batu bara di Asia Tenggara memenuhi syarat sebagai salah satu masalah terbesar untuk transisi energi, jika bukan dunia," kata Wakil Presiden Regional ADB, Ahmed M. Saeed, yang dikutip dari Reuters.
Strruktur kepemilikan yang sama
Kesepakatan itu tidak mengubah struktur kepemilikan pembangkit Cirebon 1 yang berusia 12 tahun, yang menjadi pemasok listrik utama ke Jakarta dengan kontrak pasokan selama 30 tahun kepada operator jaringan listrik negara (PLN).
Baca juga: PLTU Lontar Extension Manfaatkan Batubara Rendah Kalori Dukung Industri Lokal
Sebaliknya, itu akan memberi kompensasi kepada pemilik Cirebon Electric untuk valuasi sekarang dari keuntungan yang hilang dari pensiun dini pembangkit listrik, dengan pinjaman lunak baru berbunga rendah yang diatur melalui cabang sektor swasta ADB, kata spesialis energi perubahan iklim di ADB David Elzinga.
Kesepakatan itu akan mencakup dana alokasi sebesar 500 juta dolar AS dari Dana Investasi Iklim Indonesia, kata Elzinga. Dia menambahkan, ADB awalnya meminta kontribusi 50 juta dolar AS dari dana tersebut.
ADB juga mengatakan sejumlah perusahaan keuangan dan kelompok filantropi telah menyatakan minatnya untuk berpartisipasi dalam transaksi tersebut. Kesepakatan itu juga menandai pergeseran konsep awal ETM dari model "memperoleh dan pensiun" menjadi model "membiayai kembali dan mempercepat pensiun", kata Saeed.
Saeed menambahkan, pembangkit listrik batu bara Cirebon, yang pemegang sahamnya termasuk Marubeni Corp Jepang dan Korea Midland Electric Power Co, termotivasi untuk mengambil peran aktif dalam transisi daripada sekadar mengubah rencana.
"Menjadi jelas bahwa itu adalah struktur yang lebih sederhana untuk membiarkan pemilik yang ada tetap di tempatnya. Jadi kami bisa memberikan nilai ekonomi melalui pembiayaan sebagai lawan dari perubahan kepemilikan ekuitas," ujar Saeed.