Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Robert Na Endi Jaweng mengungkapkan, pihaknya telah mendapat laporan dari para pengusaha maupun asosiasi, terkait adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sejumlah industri.
Salah satunya, berdasarkan data dari Asosiasi Persepatuan dan Alas Kaki Indonesia, telah terjadi PHK pada perusahaan persepatuan dan alas kaki sebanyak 25.700 orang di sepanjang tahun 2022.
"Kami telah beekomunikasi dengan asosiasi persepatuan Indonesia, yang menyampaikan bahwa terdapat 25 ribu lebih pekerja yang bekerja di industri yang berorientasi ekspor itu di PHK," ucap Robert dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (1/12/2022).
Baca juga: Penurunan Suku Bunga KUR Super Mikro Dinilai Tepat di Tengah Ancaman Gelombang PHK
"Ada ratusan ribu lagi yang memang belum di PHK tapi sudah dirumahkan. Ada pula yang tidak diperpanjang masa kerja atau kontrak, atau terkena skema fleksibilitas jam kerja atau pengurangan jam kerja," sambungnya.
Ombudsman mengungkapkan terdapat hal-hal yang harus menjadi sorotan oleh Pemerintah maupun pengusaha, sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja.
Dalam melakukan PHK, pengusaha wajib memperhatikan alasan dan prosedur dalam melakukan PHK.
Hal ini tertuang di Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja, Waktu Istirahat, dan PHK.
Robert mengatakan, dalam undang-undang cipta kerja, pelaku usaha atau pemberi kerja berhak melakukan PHK.
Bahkan pada tingkat tertentu, proses PHK bisa berlangsung tanpa penetapan dari lembaga penyelesaian Kementerian Perindustrian.
"Tetapi kita tentu berharap para pemberi kerja ketika melakukan PHK tidak kemudian serta merta melakukan hal tersebut tanpa memperhatikan hal yang penting terkait bagaimana memberikan alasan dan menempuh prosedur dalam PHK, termasuk dialog kepada pekerja," papar Robert.
Baca juga: Cegah Kebangkrutan Saat Makroekonomi, Ajaib lakukan PHK dan Pangkas Gaji Staf
Sementara untuk Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan dan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten/Kota, harus memastikan hasil audit perusahaan yang dilakukan oleh akuntan publik sesuai dengan kondisi riil perusahaan sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003.
"Kemenaker dan Disnaker kabupaten/kota harus mengawasi kontrak kerja, PKB, Peraturan Perusahaan. Apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan," pungkasnya.