Founder Traderindo Wahyu Laksono menjelaskan bahwa harga logam mulia Antam seiring menguatnya harga emas dunia.
Dimana, emas dunia saat ini tengah dalam pola rebound atau berbalik menguat setelah anjlok dan berada di jurang dasar pada tahun lalu.
Ancaman resesi dan potensi peredaan agresivitas The Fed yang dipicu meredanya inflasi dinilai menjadi pemicu utama rebound tersebut. Emas Antam juga wajar bisa terpengaruh ikut naik saat dolar AS melemah dan membuat rupiah kuat.
Wahyu memaparkan, biasanya emas Antam cenderung naik lebih kuat daripada emas global. Hal tersebut berkaitan dengan harga emas global dan pergerakan rupiah.
Baca juga: Harga Emas Batangan Antam Naik Rp 10.000 dalam Sepekan, Kini di Level Rp 1.043.000 per Gram
Logikanya, jika dolar AS melemah maka emas Antam bisa naik seiring kenaikan emas global.
Namun, jika dolar AS menguat dan emas global melemah, maka harga emas Antam bisa naik karena rupiah melemah. Emas Antam juga bisa menjadi hedge atau lindung nilai rupiah terhadap dolar AS.
Wahyu menuturkan, sudah menjadi pola setelah tapering dan/atau adanya pengetatan moneter lebih lanjut biasanya terjadi krisis yang memicu bank sentral terutama The Fed untuk kembali menyelamatkan dengan stimulus. Sejatinya pun uang fiat akan tergerus inflasi dan emas menjadi pelindungnya.
Dalam kondisi apapun, emas tetap dianggap sebagai aset investasi bagian dari diversifikasi portofolio umum.
Karena itu, berinvestasi pada emas dinilai tidak akan merugi, entah dimanfaatkan sebagai investasi jangka panjang, tabungan jangka pendek dan menengah, hedging terhadap dolar AS.
Terlebih, emas termasuk aset yang likuid atau gampang dijual apabila kondisi tak menentu.
Wahyu berujar bahwa emas tidak akan kehilangan pamor. Pasalnya, bank sentral, investor institusi, investor ritel, masyarakat umum, semua masih menganggap emas aset penting untuk jangka panjang sebagai safe haven, lindung nilai inflasi, ataupun aset investasi.
Sementara, soal konflik geopolitik dianggap Wahyu tidak berdampak signifikan bagi pergerakan harga emas. Harga logam kuning ini lebih terpengaruh oleh pengendalian inflasi AS terutama dari data CPI.
Dari data CPI AS menegaskan bahwa Inflasi telah mampu ditangani. Rapat The Fed terakhir juga memberikan angin segar bagi pasar bahwa kenaikan suku bunga bakal lebih lambat.
Walaupun menegaskan suku bunga masih akan tinggi, Federal Reserve mengakui bahwa agresivitas kenaikan suku bunga akan melambat.