Kedua, tensi geopolitik yang masih belum reda.
Ketiga, masih terjadinya disrupsi sisi suplai dengan munculnya fragmentasi dan regionalism.
Dan keempat, sebagai salah satu perekonomian terbesar, China masih dihadapkan pada persoalan dan krisis di sektor properti.
"Ini lah yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi dunia melambat sangat signifikan. Kenaikkan dan gejolak yang terjadi menggerakkan dari sisi permintaan dan proyeksi pertumbuhan global dikoreksi ke bawah," ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Baca juga: Ada Ancaman Resesi hingga Belum Punahnya Pandemi, Pengusaha Hotel dan Restoran Masih Ketar-ketir
"Kita lihat pada tahun 2022 ini revisinya, proyeksi pertumbuhan global di 2022 oleh IMF diprediksi dari awalnya 4,4 persen, kemudian dikoreksi menjadi 3,6 persen, dan turun lagi menjadi 3,2 persen," sambungnya.
Sementara untuk 2023, lanjut Sri Mulyani, IMF juga memberikan sinyal kehati-hatian bahwa perekonomian akan tumbuh di angka 2,7 persen. Padahal sebelumnya sempat diprediksi 3,8 persen.
Bila dilihat lebih lanjut, pelemahan kinerja ekonomi di 2023 juga bakal dialami oleh negara-negara besar.
Seperti Amerika Serikat, China, India, bahkan negara-negara di kawasan Eropa.
"Eropa (diproyeksikan) mengalami penurunan yang sangat dramatis yaitu pada 2022 di angka 3,1 persen dan 2023 di angka 0,5 persen," papar Sri Mulyani.