News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Menimbang Investasi di Tahun 2023, Pilih Saham Atau Obligasi?

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi obligasi pemerintah

TRIBUNNEWS.COM -- Pada masa resesi yang diperkirakan terjadi tahun ini, pasar obligasi secara global dianggap prospektif.

Obligasi dianggap lebih menarik daripada saham dan bakalan populer di kalangan investor.

Pada 2022 lalu, nilai obligasi korporasi turun hampir 17 persen menjadi US$ 2,6 triliun, menurut data Bloomberg. Utang perusahaan blue chip mencatat rekor terburuk.

Baca juga: Suku Bunga Obligasi Jepang Naik Jadi 0,545 Persen, Pertama Kali Dalam 7 Tahun 7 Bulan Terakhir

Adapun pasar saham hanya turun 13,7%. Penurunan tajam yang terjadi tahun lalu akan membuat investor bisa membeli obligasi dengan diskon besar.

Tahun 2022, rata-rata obligasi korporasi bereiko rendah dihargai 90 sen dalam dollar, sedangkan dua tahun lalu diperdagangan sekitar 110 sen.

Ahli Strategi Bank of Amerika Corp. melihat, perusahaan yang punya rating kredit tinggi akan menggunakan uang cadangan untuk mengurangi utang saat ekonomi melemah daripada melakukan buyback saham.

"Ini jadi hal positif bagi pemegang obligasi perusahaan tersebut. Prospek perlambatan ekonomi akan membuat keuntungan korporasi melambat dan itu akan meredupkan prospek saham," tulisnya seperti dikutip Kontan dari Bloomberg.

Jika resesi mendorong perusahaan yang lebih berisiko menuju potensi kebangkrutan maka pemegang saham berpotensi terhapus.

Sementara pemegang obligasi biasanya memulihkan setidaknya sebagian dari investasinya.

Manager Investasi Swiss UBS Group AG memprediksi akan terjadi peluang sekali dalam satu dekade untuk kredit.

Baca juga: Investasi Obligasi Pemerintah dan Reksa Dana Pendapatan Tetap Dinilai Lebih Aman Saat Terjadi Resesi

Ahli strategi Bank of Amerika memperkirakan total pengembalian, terutama apresiasi haraga plus bunga, mencapai 9% dari obligasi tingkat tinggi di AS tahun ini. Namun, itu bukan berarti tidak ada resiko.

Meski The Fed menunjukkan sinyal bahwa kenaikan suku bunga akan berakhir, tidak ada jaminan bahwa inflasi bisa dijinakkan.

Peningkatan lebih lanjut dapat memicu atau memperdalam resesi, yang berpotensi mendorong perusahaan yang terlilit utang besar ke dalam default.

Sementara Mike Scott, Manager Investasi Maan GLG memandang akan sulu bagi beberapa perusahaan dengan rating kredit rendah menghasilkan uang tunai pada semester pertama tahun ini di tengah perlambatan tingkat konsumsi.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini