Karena menurutnya, minat investor seharusnya tinggi karena PGE adalah bagian dari perusahaan yang mengembangkan energi terbarukan.
Sektor tersebut, urainya, sejalan dengan tren dunia yang semakin gencar melaksanakan transisi energi sehingga potensinya bagus.
Toto juga menegaskan, IPO PGE bukan privatisasi. Sebab, saham yang dilepas ke publik hanya sekitar 25 persen, sehingga Pertamina masih memegang kendali dalam kebijakan maupun operasional perusahaan.
”IPO PGE merupakan aksi korporasi yang lazim dilakukan oleh perusahaan, baik swasta maupun BUMN,” ungkapnya.
Toto mencontohkan, banyaknya BUMN yang sukses ketika menjadi perusahaan publik. Misalnya saja, penjualan saham emiten SMGR atau Semen Indonesia yang ternyata berlipat kali dari saat awal IPO.
Tak hanya SMGR. Menurut Toto, sejumlah BUMN juga berhasil mencapai market capitalization.
“Bahkan, beberapa saham BUMN itu sudah menjadi blue chip di bursa efek Indonesia seperti Telkom, Bukit Asam, Aneka Tambang, BRI, dan lainnya,” pungkas Toto.