"Selain itu di masa pandemi juga kita sering mendengar istilah staycation yang memang merujuk pada liburan singkat di berbagai pilihan akomodasi bersama orang-orang terdekat, ditambah lagi work from Bali ataupun destinasi wisata lainnya," jelas Gaery.
Hal ini senada dengan pernyataan CEO Blibli Kusumo Martanto dalam Global Tourism Forum lalu bahwa terdapat tren 'revenge travel' setelah pandemi, yakni orang-orang yang selama pandemi tidak dapat berwisata, kini mulai berwisata saat pembatasan sosial mulai dilonggarkan.
Baca juga: Digitalisasi Jadi Kunci Percepatan Pemulihan Industri Pariwisata di Wilayah Bandung Raya
Hal itu karena mereka merindukan normalnya kehidupan sebelum pandemi.
Saat itu, Kusumo menyatakan bahwa untuk menangkap tren-tren wisata baru setelah pandemi, pihaknya ingin menawarkan solusi untuk traveller dengan ekosistem terintegrasi, yang menggabungkan e-commerce, Online Travel Agent (OTA), dan supermarket premium.
Pengamat Pariwisata sekaligus Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Azril Ashari menyatakan bahwa sebaiknya digitalisasi pariwisata memang harusnya ditranslasikan menjadi one stop shopping untuk wisatawan yang meliputi seluruh aktivitas wisata, transportasi, akomodasi, hingga konsumsi.
"Digitalisasi ini yang berkembang," kata Azril.