Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masih maraknya praktik tambang ilegal (ilegal mining) pada wilayah Izin Usaha Pertambangan(IUP) PT Timah Tbk (TINS) berpengaruh kepada target produksi. TINS mengalami kesulitan dalam mengejar target produksi.
Kendati demikian Direktur Operasi TINS Purwoko Sudarno memastikan pihaknya tetap berupaya menggenjot produksi untuk tahun 2023.
Salah satunya memaksimalkan peluang eksplorasi darat juga mulai mengincar eksplorasi laut.
Baca juga: Doni Monardo Dorong Pemanfaatan Tanaman Sapu-sapu Jadi Sumber Ekonomi Baru di Babel Selain Timah
"Kita masih punya beberapa potensi di laut cuma kita bertahap dulu, darat dulu. Darat dan laut kira-kira situasi sama cuma kita perlu usaha besar untuk pengembangan darat karena eksplorasi mulai bergeser ke batuan," terang Purwoko kepada awak media di TINS Gallery, Senin (27/2/2023) malam.
Selain itu, TINS pun juga tengah mengkaji peluang pemanfaatan kembali lahan-lahan tambang yang sudah tidak terpakai.
Menurut Purwoko tantangan yang kini dihadapi yakni belum berjalannya ekosistem timah nasional dengan baik. Salah satu hal yang menjadi sorotan yakni belum adanya standar harga yang dikenakan untuk komoditas timah.
Menurutnya, kondisi komoditas timah saat ini berbeda dengan nikel dan batubara yang memiliki harga patokan atau harga acuan khusus. Dengan tidak adanya standar harga ini, maka disparitas harga yang terjadi cukup tinggi. Ini membuat praktik jual beli timah menjadi sangat marak.
Purwoko mengungkapkan, untuk tahun ini TINS memproyeksikan harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) dikisaran US$ 25.000 hingga US$ 30.000 per metrik ton.
TINS juga menargetkan peningkatan produksi bijih timah mencapai 35 persen pada tahun ini.
Purwoko mengungkapkan, produksi bijih timah sepanjang tahun 2022 mencapai sekitar 20 ribu ton.
"Kita di Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) tahun ini target naik sekitar 33 persen - 35% ke 26 ribu sekian," kata Purwoko.