Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan kondisi kegentingan global sekarang ini masih menjadi ancaman bagi sejumlah negara di dunia.
Kegentingan global dapat menimbulkan resiko yang tidak dapat diprediksi.
"Kita semuanya harus menyadari bahwa kegentingan global itu masih merupakan sebuah ancaman yang tidak ringan. Ketidakpastian global juga memunculkan risiko-risiko yang sulit diprediksi, yang sulit kita hitung," kata Presiden dalam acara pembukaan Business Matching Produk Dalam Negeri Tahun 2023 di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (15/3/2022).
Presiden mencontohkan bank besar di Amerika Serikat yakni Silicon Valley Bank (SVB) yang mengalami kebangkrutan.
Baca juga: Jokowi Perintahkan Jajarannya Cari Pelaku Impor Pakaian Bekas
Tidak lama berselang bank lainnya yakni Signature Bank juga mengalami hal yang sama. Kolapsnya dua bank tersebut dapat menimbulkan efek domino kepada ekonomi negara lain.
"Semua negara sekarang ini menunggu efek dominonya akan kemana. Oleh sebab itu, kita hati-hati," kata Jokowi.
Oleh karena itu, menurut Presiden, semua pihak harus bekerja keras agar Indonesia terhindar dari efek domino yang ditimbulkan akibat peristiwa global tersebut.
"Semuanya harus bekerja keras untuk menghindarkan negara kita dari ancaman-ancaman dan risiko-risiko global yang ada," katanya.
Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan penutupan Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat menimbulkan guncangan yang signifikan bagi kondisi pasar global sepekan terakhir.
Menurut dia, kondisi tersebut harus diwaspadai meski untuk Amerika Bank regional dengan aset 200 miliar dolar AS tergolong kecil.
"Penutupan Silicon Valley Bank yang relatif kecil, bank regional, dengan aset hanya 200 miliar dolar AS, untuk ukuran Amerika ini sangat kecil," kata Sri Mulyani dalam Konferensi APBN Kita, dikutip Rabu (15/3/2023).
Selain itu, Ani mengatakan hal tersebut menimbulkan adanya pergerakan kepercayaan deposan di Amerika Serikat.
Bahkan, Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) juga memutuskan untuk memberikan kepastian penyelamatan insured maupun non insured deposit.
"Oleh karena itu kemudian pemerintah Amerika yang tadinya tidak melakukan bailout, kemudian memutuskan melakukan bailout menjamin seluruh deposito dari SVB," terangnya.
Dikatakan Ani, kondisi tersebut menjadi pelajaran untuk Indonesia bahwa bank yang kecil bisa menimbulkan persepsi sistemik.
Di sisi lain, Ani memaparkan setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan kebangkrutan SVB.
Pertama, sektor-sektor yang didanai SVB mengalami penurunan kinerja sejak dua tahun terakhir.
Kedua, SVB mengalami kenaikan dari deposito lebih dari tiga kali lipat hanya dalam waktu kurang dari 2 tahun.
Ani berujar pada kondisi ini penyaluran kredit dari startup menurun serta deposito yang terus meningkat tajam.
Ketiga, harga surat berharga di Amerika Serikat mengalami koreksi lantaran interest rate The Fed naik. Sehingga terjadi penurunan.
"Ini semuanya yang menyebakan kemudian SBV dari sisi balance sheet mengalami penurunan. dan timbul rumor, sehingga terjadi bank run. Situasi ini adalah situasi yang bisa berkembang hanya dalam waktu 1 kali 24 jam, itu yang kita liat," paparnya.
Untuk itu, Ani menegaskan untuk terus waspada.
Sebab transmisi dari persepsi sistemik itu bisa menimbulkan situasi yang cukup signifikan bagi sektor keuangan.
"Meski demikian banyak yang mengatakan kasus SBV ini ini tidak akan menimbulkan hal sama seperti Lehman Brothers moment saat 2008. Tentu kita berharap Amerika Serikat bisa stabilkan sektor keuangan," tegasnya.