Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) menolak rencana merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (109/2012) yang mengatur perihal rokok, termasuk soal iklan, sehingga imbasnya akan dirasakan industri kreatif.
Revisi tersebut akan memuat ketentuan untuk melarang total iklan rokok yang dapat membuat pendapatan iklan akan menyusut.
"Kami secara tegas menolak revisi ini dan berharap tidak ada larangan total bagi iklan rokok. Kalau ini terjadi, dampaknya akan terjadi penurunan pendapatan," ujar Ketua ATVSI Syafril Nasution dalam keterangannya, Senin (3/4/2023).
Dia beralasan jika revisi dilakukan, akan muncul larangan total iklan rokok dan itu bisa menghapus pendapatan industri pertelevisian di sektor periklanan.
Syafril menjelaskan, bahwa larangan total juga akan berdampak lebih luas lagi, tidak hanya terhadap industri periklanan secara langsung, juga industri turunannya.
Menurut data Nielsen, di periode semester I tahun lalu, iklan rokok berkontribusi senilai Rp 4,5 triliun, sedangkan di 2021 nilainya mencapai Rp 9,1 triliun.
Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tahun 2021, ada enam sub sektor industri yang terkait dengan industri tembakau.
Enam subsektor industri tersebut, yakni desain, film atau video, musik, penerbitan, periklanan, hingga subsektor penyiaran (TV dan radio).
Syafril mengungkapkan, enam subsektor ini secara kolektif mempekerjakan lebih dari 725.000 tenaga kerja, sehingga larangan iklan rokok akan menghasilkan efek domino dan berpengaruh besar terhadap keberlangsungan industri.
Baca juga: Khawatir Anak Terpapar, Koalisi FNFT Minta Pemerintah Batasi Iklan Rokok di Internet
"Sehingga, pemerintah harus mempertimbangkan kembali rencana revisi ini. Sekaligus mempertimbangkan bagaimana perkembangan industri ini,” katanya.
Sekretaris Jenderal Ikatan Rumah Produksi Iklan Indonesia (IRPII) Dede Iman menambahkan, industri tembakau selama ini merupakan kontributor utama dalam memberikan pendapatan kepada rumah produksi iklan
Baca juga: Bupati Klungkung, Bali, Copot dan Robek Iklan Rokok di Jalan Raya Payungan
Dia mengatakan, selama pandemi banyak sektor industri justru menghemat biaya iklan dan promosi, tapi produksi iklan rokok relatif stabil.
Baca juga: Prof Hasbullah Thabrany: Indonesia Emas 2045 Sulit Tercapai jika Anak Terus Dibombardir Iklan Rokok
“Kami lebih melihat ke aspek pekerja karena selama ini iklan rokok masih menjadi kontributor utama pendapatan kami. Apalagi pada situasi pandemi kemarin, karena pekerja di industri ini mayoritas merupakan pekerja lepas dan saat tidak ada pekerjaan, maka tidak ada pendapatan," pungkasnya.