News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Produk Bedak Pemicu Kanker, Johnson & Johnson Setuju Bayar Klaim 8,9 Miliar Dolar AS

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Johnson & Johnson setuju membayar nyaris 9 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara 7,2 miliar poundsterling untuk menyelesaikan puluhan ribu tuntutan hukum yang menuduh bedaknya menyebabkan kanker.

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Perusahaan produsen produk perawatan tubuh Johnson & Johnson setuju membayar nyaris 9 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara 7,2 miliar poundsterling untuk menyelesaikan puluhan ribu tuntutan hukum yang menuduh bedaknya menyebabkan kanker.

Tawaran baru ini secara besar-besaran melampaui penawaran sebelumnya yakni sebesar 2 miliar dolar AS.

Dikutip dari Sky News, Senin (10/4/2023), perusahaan itu menghadapi sekitar 40.000 tuntutan hukum dari orang-orang yang mengklaim produk bedaknya menyebabkan kanker akibat kontaminasi asbes yang bersifat karsinogenik.

Namun Johnson & Johnson selalu membantah tuduhan tersebut dan mengatakan pengujian ilmiah serta persetujuan peraturan selama beberapa dekade telah menunjukkan bahwa bedaknya aman dan bebas mineral tersebut.

Perusahaan sudah menarik bedak bayi berbahan dasar bubuk dari pasar AS pada 2020, dan mengatakan bahwa 'informasi yang salah' tentang keamanan produk telah menyebabkan permintaan anjlok.

Tahun lalu Johnson & Johnson mengumumkan menghentikan penjualan produk secara global dan akan beralih ke bubuk berbahan dasar pati jagung.

Tawaran baru itu terkait dengan klaim kebangkrutan dari anak perusahaannya, LTL Management.

Johnson & Johnson mendirikan anak perusahaan untuk menangani tanggung jawab atas klaim bedak.

Namun upaya untuk mengajukan kebangkrutan pada Januari lalu gagal karena pengadilan mengatakan perusahaan tidak sedang dalam kesulitan keuangan. LTL mengajukan perlindungan kebangkrutan pada Selasa lalu.

Baca juga: Pneumonia, TBC, Asma hingga Kanker Paru Habiskan Dana BPJS Kesehatan Sebesar Rp 8,7 Triliun

Baik pengajuan asli LTL maupun pengajuan ulang disebut bukanlah pengakuan kesalahan, atau indikasi perusahaan telah mengubah posisi lama bahwa produk bedaknya aman.

"Perusahaan terus percaya bahwa klaim ini palsu dan kurang ilmiah," kata Wakil presiden litigasi Johnson & Johnson di seluruh dunia, Erik Haas.

Kendati demikian, i menekankan bahwa menyelesaikan kasus-kasus ini dalam sistem gugatan akan membutuhkan waktu puluhan tahun.

"Membebankan biaya yang signifikan pada LTL dan sistem, dengan sebagian besar penggugat tidak pernah menerima kompensasi apapun," tegas Haas.

Baca juga: WHO: Kanker Penyebab Utama Kematian di Seluruh Dunia

Menurutnya, menyelesaikan masalah ini melalui rencana reorganisasi yang diusulkan, dianggap 'lebih adil dan lebih efisien'.

"Karena memungkinkan penggugat diberi kompensasi secara tepat waktu, dan memungkinkan perusahaan untuk tetap fokus pada komitmen kami untuk memberikan dampak kesehatan yang mendalam dan positif bagi umat manusia," pungkas Haas.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini