Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suka tidak suka, saat ini Indonesia dan seluruh negara di dunia yang cenderung memiliki iklim tropis sudah seharusnya memasuki panggung hemat energi.
Pengembang, arsitek, desainer interior, dan desainer bangunan lainnya diajak bersama-sama untuk mengembangkan bangunan hijau sebagai wujud tanggung jawab terhadap lingkungan.
“Yang dimaksud dengan hemat energi adalah jumlah energi yang dikonsumsi rumah setara dengan jumlah energi yang dihasilkan dari sumbernya sendiri, baik berupa panel surya maupun sumber energi terbarukan lainnya,” ujar Ketua Green Building Council Indonesia Iwan Prijanto kepada wartawan, Sabtu (15/4/2023).
Baca juga: Marketplace Properti Ini Layani 200 Ribu Orang Setiap Hari dalam Mencari Hunian
Jika tidak, kata dia akan mengganggu ekosistem alam di bumi sehingga mengakibatkan bencana alam terjadi dimana-mana, kualitas udara yang menurun juga dapat memberi dampak buruk bagi kesehatan manusia.
Principal Architect Archimetric Ivan Priatman mengklaim bahwa sektor konstruksi berperan banyak menciptakan bangunan keberlanjutan itu, karena rumah tinggal adalah kegiatan yang mengkonversi lahan terbuka menjadi perkerasan atau bangunan sekaligus memunculkan permukiman dan pusat-pusat pertumbuhan baru.
Kenyataannya, emisi karbon dari sektor bangunan lebih besar dibanding industri dan transportasi.
Emisi karbon adalah penyebab utama pemanasan global berdampak paling buruk terhadap lingkungan hidup.
“Arsitektur adalah manifestasi dari ide yang mengalir terus menerus dalam menciptakan pengalaman baru, ekspresi, dan impresi terhadap ruang, tidak sekadar bentuk dan fungsi," katanya.
Maka itu, kata dia ramah lingkungan tidak hanya didentikan dengan membuat sumur resapan, tidak pula sekadar menanam pohon dan tanaman perdu, tetapi juga ditunjukkan dengan pengurangan penggunaan listrik.
Bentuk responnya terhadap lingkungan nantinya akan lebih banyak menggunakan sumber daya alam sekitar, seperti sinar matahari dan angin.
Sebagai berkomitmen membangun dunia lebih baik, PT Onduline Indonesia menantang para profesional arsitektur dan turunannya untuk menciptakan disain atap yang memungkinkan konsumsi energi di rumah menjadi lebih hemat melalui ajang Onduline Green Rood Award (OGRA) 2023 Asia.
Country Director PT Onduline Indonesia Esther Pane mengungkapkan, kompetisi disain konstruksi atap bangunan berkelanjutan (sustainable construction) yang memberikan penghargaan kepada para professional berbakat untuk terus menciptakan inovasi disain atap rumah dalam bidang arsitektur.
"OGRA 2023 Asia terbuka untuk arsitek perorangan dan proyek, disainer, pengembang properti, pelaksana dan perancang bangunan yang memiliki tekat membuat perubahan besar dan inovatif di dunia disain Asia Pasifik," katanya.
Mengangkat tema Tropical Passive Roof Design for Low Energy Houses, peserta yang diharuskan memiliki pengalaman minimal 1 tahun di bidang arsitektur, desain interior, konstruksi, developer, konsultan perencana dan konsultan pelaksana, diharuskan membuat disain atap untuk rumah tinggal yang dikelola dengan strategi berkelanjutan.
Para juri yang merupakan jajaran arsitek internasional ternama akan memilih proyek yang paling menonjol. Di antaranya, Onduline Asia Pacific Director Olivier Guilly, Ketua Green Building Council Indonesia Iwan Prijanto, Principal Architect Archimetric Ivan Priatman, serta arsitek terkemuka, perencana kota, ahli lingkungan dari Filipina yang juga salah satu dari 48 pahlawan filantropi di dunia menurut Majalah Forbes, Felino 'Jun' Palafox Jr.