Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen meyebut adanya sinyal ekonomi di negaranya yang diprediksi akan mengalami krisis.
Amerika Serikat (AS) terancam gagal bayar utang alias default. Yellen mengatakan, kegagalan Kongres AS untuk menaikkan plafon utang pemerintah, dan berdampak pada gagal bayar utang AS, akan memicu bencana ekonomi yang akan mendorong suku bunga AS lebih tinggi untuk tahun-tahun mendatang.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyatakan, ancaman tersebut berpotensi menciptakan resesi ekonomi. Sehingga, berdampak pada perekonomian negara berkembang seperti Indonesia.
Baca juga: Daftar Negara yang Pernah Alami Default: Ada Amerika, Rusia Terbaru Sri Lanka
Terlebih kata dia, Amerika Serikat sendiri merupakan mitra dagang yang penting bagi Indonesia. AS juga menjadi hub manufaktur selain China, Jepang dan India.
"Kinerja ekspor yang berpengaruh, dari ancaman resesi di AS terdiri dari ekspor pakaian jadi, alas kaki, produk olahan karet, CPO, furnitur, produk perikanan, barang dari kulit," kata Bhima saat dihubungi Tribunnews, Senin (1/5/2023).
Menurut Bhima, penurunan permintaan ekspor dari Amerika Serikat mampu menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, bahkan tidak hanya bagi sektor manufaktur.
"Kondisi penurunan permintaan ekspor bisa sebabkan PHK massal meluas sepanjang 2023, tidak hanya di sektor manufaktur tapi juga basis komoditas perkebunan dan tambang," ungkapnya.
Bahkan, Bhima merincikan, sejumlah komoditas yang diekspor ke Amerika telah mengalami koreksi sepanjang tahun 2017 sampai 2021. Meski demikian, dia mengaku AS adalah mitra eskpor penting bagi Indonesia.
Baca juga: Pengertian dan Penyebab Default, Ancaman Gagal Bayar Utang yang Bawa Bencana Bagi Prospek Ekonomi AS
"Ekspor pakaian jadi sudah mengalami koreksi sebesar -3 persen ke pasar AS, alas kaki -1 persen, dan barang dari kulit -3 persen," ucap dia.
"Bagaimanapun juga AS adalah mitra ekspor tradisional dengan porsi sebesar 9,2 persen, sepanjang Januari-Maret 2023," lanjutnya.
Di sisi lain, Bhima menambahkan, default AS mampu mengganggu realisasi investasi dari AS ke Indonesia. Sementara dari sisi keuangan, Bhima mengaku, nilai tukar rupiah bakal terancam stabilitasnya.
"Selain ekspor, realisasi investasi dari AS bisa terganggu karena investor akan inward looking. Kesepakatan dengan Tesla misalnya soal pengembangan baterai dan kendaraan listrik mungkin terkendala," ucap dia.
"Dari segi keuangan, ancaman resesi bisa mempengaruhi stabilitas nilai tukar rupiah dan berisiko meningkatkan suku bunga di sisa tahun 2023. Soal dampak kenaikan suku bunga ini tidak bisa diremehkan," sambungnya.