Ia mengatakan dengan dibukanya ekspor pasir laut maka akan ada nilai ekonomi dari pengerukan karena hasilnya bisa dijual ke luar.
"Sekarang begini, kalau mengendap jadi apa? Sedimen aja dan membahayakan alur pelayaran. Kan dikeruk ada ongkosnya, ada nilainya dong. Maka ada yang mau ngga? Supply demand pasti ada," katanya.
Menurut Arifin penumpukan sedimen tersebut terjadi di sejumlah titik alur pelayaran. Terutama, di perairan Malaka, antara Batam dan Singapura.
Baca juga: Jokowi Didesak Batalkan Izin Ekspor Pasir Laut, Keuntungan Tak Setimpal dengan Kerusakan Lingkungan
"Terutama di channel yang dekat lintas pelayaran masif, di dekat Malaka sampai strait antara Batam dan Singapura," pungkasnya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut. Peraturan yang dikeluarkan pada 15 Mei 2023 tersebut salah satunya memperbolehkan ekspor pasir laut ke luar negeri.
Pada 2003 silam, pemerintah sempat melarang total ekspor pasir laut melalui Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Pelarangan ekspor tersebut bertujuan untuk mencegah kerusakan lingkungan.