Ia kemudian mengungkap bagaimana pergantian Menteri Keuangan menyebabkan kasus utang pada Jusuf Hamka ini macet.
"Sudah pernah diakui negara dengan satu perjanjian resmi. Namun, ketika ganti menteri, itu tidak jalan," kata Mahfud.
"Dokumen lengkap saya pelajari. Negara akui waktu zaman Pak Bambang Brodjonegoro. Menteri Keuangannya dia. Tapi ganti orang suruh pelajari lagi, ganti menteri suruh pelajari lagi, tapi sampai sekarang macet," lanjutnya.
Maka dari itu, Mahfud menyebut akan mempelajari lebih lanjut lagi dokumennya pekan depan setelah melakukan kunjungan kerja (kunker).
"Oleh sebab itu, saya lihat dulu dokumennya. Nanti saya kunker dulu ke luar daerah sampai akhir pekan, tapi minggu depan akan saya koordinasikan," katanya.
Ia berujar juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengenai kasus utang kepada Jusuf Hamka ini.
"Saya juga komunikasi ke Kemenkeu untuk ketahui posisinya dan pandangannya seperti apa. Karena ini tiba-tiba muncul. Maka saya tanya pandangannya. Saya mulai stafnya dulu. Nanti saya akan ketemu dengan Menteri Keuangan," ujar Mahfud.
Diketahui, Jusuf Hamka menagih utang pemerintah sebesar Rp 800 miliar kepada pemerintah.
Utang Rp 800 miliar itu sudah berlangsung sejak 1998 dan hingga kini belum juga dibayarkan pemerintah kepada perusahaan jalan tol PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP).
"Kalau sampai hari ini mungkin uangnya sudah sampai Rp 800 miliar," kata Jusuf Hamka, dikutip Jumat (9/6/2023).
Utang tersebut, lanjut Jusuf Hamka, diketahui bukan berasal dari proyek infrastruktur yang dipegang CMNP. Utang Rp 800 miliar itu adalah deposito kepunyaan bank Yakni Makmur (Bank Yama), terhitung saat krisis keuangan di tanah air berlangsung.