Laporan Wartawan Tribunnews, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK – Harga minyak mentah turun lebih dari 1,5 persen pada Senin (17/7/2023) di tengah kekhawatiran permintaan atas lemahnya pertumbuhan ekonomi China.
Produk domestik bruto (PDB) China tumbuh 6,3 persen tahun-ke-tahun pada kuartal II (April-Juni) 2023, dibandingkan dengan perkiraan analis sebesar 7,3 persen, karena pemulihan pasca-pandemi kehilangan momentum. "PDB datang di bawah ekspektasi, jadi tidak akan banyak meredakan kekhawatiran atas ekonomi China," kata Warren Patterson, kepala penelitian komoditas ING.
Dilansir dari Reuters, harga minyak mentah Brent ditutup turun 1,37 dolar AS atau 1,7 persen, menjadi 78,50 dolar AS per barel, sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate AS (WTI) ditutup 1,27 dolar AS, atau 1,7 persen, menjadi 74,15 dolar AS per barel.
“Pembelian dana lindung nilai telah melambat sebagai akibat dari gagasan bahwa permintaan mungkin telah dilebih-lebihkan setelah rilis data ekonomi yang lemah dari China,” kata Dennis Kissler, wakil presiden senior perdagangan di BOK Financial.
Harga minyak juga berada di bawah tekanan pada Senin (17/7/2023) ketika dimulainya kembali produksi di dua dari tiga ladang Libya yang ditutup pekan lalu. Produksi tersebut dihentikan karena adanya protes terhadap penculikan mantan menteri keuangan.
Ekspor Minyak Rusia Turun
Ekspor minyak Rusia dari pelabuhan barat diperkirakan turun 100.000 hingga 200.000 barel per hari (bpd) mulai bulan depan. Hal ini sebagai tanda Moskow memenuhi janji untuk pengurangan pasokan bersamaan dengan Arab Saudi,
Baca juga: Arab Saudi Ketok Palu, Setujui Kesepakatan OPEC+ Pangkas Ekspor Minyak hingga 2024
Produksi minyak serpih Amerika Serikat juga diperkirakan turun menjadi hampir 9,40 juta barel per hari pada Agustus, yang akan menjadi penurunan bulanan pertama sejak Desember 2022.