TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) berkomitmen kuat mengambil peran dalam mempercepat implementasi sertifikasi RSPO, dan ISPO di Indonesia.
Tentu saja, hal itu agar sejalan dengan tuntutan tujuan pembangunan berkelanjutan global.
Ini wujud penguatan komitmen emiten perkebunan, dan industri sawit itu, dalam menerapkan tata kelola sawit yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan serta meningkatkan daya saing Indonesia baik di pasar domestik maupun pasar internasional.
Baca juga: Kao, Apical, dan Asian Agri Capai Sertifikasi RSPO Pertama
Guna mendukung traceability atau ketertelusuran minyak kelapa sawit Indonesia, PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. (SSMS Group) telah mengimplementasikan integrasi sertifikasi Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk seluruh unit bisnisnya.
Tiga dari tujuh unit bisnis SSMS, yakni PT Sawit Multi Utama (SMU), PT Tanjung Sawit Abadi (TSA) dan PT Mirza Pratama Putra (MPP) telah menyelesaikan audit eksternal berbasis integrasi RSPO dan ISPO di semester I 2023 oleh badan sertifikasi independen.
Dalam keterangannya Senin (17/7/2023), Group Head Sustainability SSMS, Henky Satrio Wibowo mengatakan bahwa implementasi dari kedua skema sertifikasi ini tidak hanya sebagai pemenuhan regulasi.
Hal itu juga sebagai wujud tekad dan kesungguhan SSMS dalam menjalankan tata kelola yang baik termasuk dengan tidak ada deforestasi. Tidak ada penanaman baru di lahan gambut dan tidak ada pembakaran.
Dengan komitmen seperti itu, SSMS memastikan kebijakan keberlanjutan secara konsisten dapat berlangsung konsisten, baik secara internal maupun memastikan kebijakan tersebut dijalankan oleh supplier TBS untuk SSMS. Integrasi kedua skema ini akan memperkuat ketertelusuran rantai pasokan dan memastikan keberlanjutan produk minyak kelapa sawit. Untuk itu SSMS melakukan pendampingan dan supervisi kepada seluruh pemasok tandan buah sawit (TBS) sebagai bagian dari rantai pasokan dan ketertelusuran TBS.
Henky optimistis kelangsungan usaha kelapa sawit dalam jangka panjang akan terjamin dan berupaya menjadikan SSMS sebagai perusahaan green industry dengan proses bisnis berkelanjutan yang tetap memperhatikan aspek lingkungan dan sosial, bukan semata aspek ekonomi.
Pulau Salat dan SSMS
Kita salut pada para pelaku industri sawit, terutama seperti PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), yang menerjemahkan, dan menjalankan keberpihakan pada bisnis berkelanjutan secara lebih luas. Bekerja sama dengan sejumlah pihak, sejak lama emiten yang berpusat di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantn Tengah ini, menginisiasi sebuah proyek pelepasliaran orang utan, di Pulau Salat, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.
Apa yang dijalankan SSMS ini, menunjukkan bagaimana pengusaha, dan petani kelapa sawit dapat memperjuangkan bisnis keberlanjutan dengan memainkan peran aktif dalam konservasi dan perlindungan spesies yang terancam punah, orang utan. Dimulai sejak 2015/2016, kini Pulau Salat telah berkembang sebagai kawasan prapelepasliaran orang utan, sebelum dikembalikan ke alam liar.
Pada Mei 2023, tiga orang utan –Lanting, Junior dan Praca– dilepasliarkan ke hutan di Pulau Salat sebagai bagian dari proses adaptasi primata dilindungi itu, sebelum dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya.
Menarik dicatat, inisiatif ini dimungkinkan melalui kemitraan erat antara empat anggota RSPO. Di dalamnya, termasuk kelompok petani swadaya Asosiasi Petani Kelapa Sawit Mandiri (APKSM), Fortasbi, PT Sawit Sumbermas Sarana (SSMS) dan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF).
“Prapelepasliaran ini merupakan proses mengajarkan orang utan untuk kembali ke habitat aslinya. Biasanya butuh waktu lama, sekitar 7-10 tahun bagi orang utan untuk kembali ke alam liar, terutama yang sudah lama berinteraksi dengan manusia,” ujar Eko Prasetyo, Program Development and Planning Manager, BOSF.