Head of Sustainability PT SSMS Henky Satrio Wibowo mengatakan kerja sama antara SSMS, Yayasan BOS, Fortasbi, dan APSKM langkah awal dalam melibatkan pekebun swadaya. Tujuannya, mengedukasi petani akan pentingnya perlindungan orang utan sebagai bagian dari perlindungan hutan.
Keberadaan Pulau Salat sebagai pulau prapelepasliaran merupakan terobosan baru dan solusi yang baik dalam upaya penyelamatan orang utan yang hampir punah di Kalimantan Tengah. Dan keterlibatan FORTASBI dan APSKM dapat menjadi inspirasi bagi para pelaku industri sawit dan pihak lain yang terkait dengan perkebunan sawit agar lebih banyak pihak yang dapat bekerja sama.
Dana dari Kredit RSPO digunakan oleh petani kecil APKSM untuk memberikan dukungan vital bagi kelangsungan hidup orang utan. Termasuk penyediaan makanan primata selama satu tahun. Setiap individu orang utan membutuhkan 5 kg pakan per hari, berupa buah dan sayur. Saat ini, makanan mereka dipasok oleh masyarakat sekitar, bekerja sama dengan BUMDES Desa Pilang.
“Kami ingin masyarakat sekitar juga merasakan manfaat ekonomi dari inovasi perlindungan orang utan kami,” ujar Andri Najiburrahman, Social, Environment and Biodiversity Manager, PT. SSMS.
Surga orang utan
Selama hampir satu dekade terakhir, Pulau Salat telah menjadi surga orang utan yang indah, dengan pohon buah-buahan melimpah dan sungai yang airnya mengalir. Sungai ini sekaligus berfungsi sebagai penghalang alami, pelindung primata dari para pemburu liar yang sewaktu-waktu bisa muncul.
PT. SSMS membeli sebagian dari Pulau Salat pada tahun 2016, dan mendedikasikan area tersebut untuk rehabilitasi dan prapelepasliaran orang utan sebagai bagian dari proyek remediasi dan kompensasi RSPO. Selain itu, SSMS menanggung sebagian dari biaya BOSF untuk kegiatan pemeliharaan dan pemantauan pulau tersebut.
Sejauh ini, Pulau Salat telah menampung 100 orang utan yang diselamatkan untuk adaptasi dan rehabilitasi. Sebanyak 50 orang utan di antaranya telah berhasil dikembalikan ke alam liar sejak 2016.
Baca juga: Upaya Perlindungan Satwa Liar Langka Seperti Orang Utan dan Gajah Sumatera Terus Ditingkatkan
APKSM, sebagai anggota RSPO dan Fortasbi, menyambut baik kesempatan untuk menjadi salah satu petani swadaya pertama yang berkontribusi dalam perlindungan orang utan dengan mengkontribusikan manfaat insentif dari dana Kredit RSPO.
Widodo, Manajer Kelompok APKSM kelompok tani mengungkapkan, bagaimana akhirnya ia sadar akan pentingnya keberadaan Pulau Salat dalam menjaga keseimbangan dan pelestarian hutan. Itu dirasakannya, saat mengunjungi wilayah tersebut, melewati sungai dan hutan, ditingkahi pemandangan alam liar berisi burung-burung, monyet, dan orang utan, dan lain sebagainya.
“Kami pikir hanya manusia yang bisa menjaga hutan, ternyata orang utan adalah bagian penting dari pelestarian hutan. Atas nama APKSM, asosiasi petani swadaya bersertifikat RSPO, saya berterima kasih kepada BOSF dan PT. SSMS yang telah melibatkan kami dalam proses perlindungan orang utan yang akan kami lanjutkan di tahun-tahun berikutnya,” kata Widodo.
Rukaiyah Rafik, Kepala Sekretariat Fortasbi, yang juga hadir dalam acara prapelepasliaran tiga individu orang utan itu, mengatakan, keterlibatan APKSM dalam perlindungan orang utan dapat menjadi contoh bagi semua pihak dalam mata rantai kelapa sawit. Khususnya petani swadaya di Indonesia.
“Kami menunjukkan kepada dunia bahwa petani swadaya dapat memainkan peran penting dalam pemulihan dan perlindungan alam. Mereka hanya perlu dilibatkan dan dididik tentang pentingnya menjaga dan memulihkan alam,” katanya.
Inisiatif ini juga menunjukkan bagaimana pembeli dapat terlibat dalam proyek konservasi, melalui pembelian Kredit RSPO. Dengan adanya dana Kredit RSPO dari pembeli kelapa sawit, kata Rukaiyah Rafik, APKSM mampu berkontribusi dalam perlindungan orang utan Kalimantan.