TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diminta bersikap tegas dalam mengambil keputusan terkait divestasi PT Vale Indonesia Tbk (INCO), agar negara dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan publik.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (PUSHEP) Bisman Bakhtiar melihat, investasi yang dikeluarkan Vale Indonesia hingga saat ini cenderung lambat, padahal telah beroperasi puluhan tahun di Indonesia.
"Vale termasuk yang sudah lama beroperasi namun jika dikatakan terlambat memenuhi komitmen dalam Kontrak Karya (KK), iya," kata Bisman dikutip dari Kontan, Jumat (21/7/2023).
Baca juga: MIND ID Ngotot Caplok Saham Vale, Erick Thohir: BUMN Punya Duit Loh
Bisman menilai, pemerintah perlu segera mengambil alih Vale melalui BUMN. Sebab, eksekutif perlu mengambil langkah strategis bagaimana agar menjadi pengendali emiten berkode INCO tersebut.
"Termasuk bagaimana kesiapan dan kemampuan BUMN untuk mengakuisisi saham Vale atau jika memungkinkan tidak diperpanjang kontrak dengan Vale dan beralih kelola ke BUMN," tutue Bisman.
Menurutnya, BUMN harus fokus dan serius mempersiapkan diri untuk secara penuh mengelola tambang ke depannya.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir buka suara soal kebijakan investasi Vale Indonesia.
Investasi perusahaan pada sektor pertambangan nikel baru mulai digenjot dalam beberapa tahun terakhir seiring kian bertumbuhnya sektor tersebut.
"Vale sudah berkecimpung lama di Indonesia, namun tidak mempercepat investasinya, baru sekarang ketika nikel meledak," katanya saat ditemui di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin, (17/7).
Mengutip pemberitaan Kompas.com, Erick memastikan, BUMN Holding Pertambangan atau MIND ID siap menambah kepemilikan saham di PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Menurutnya, berapa pun saham yang akan dilepas oleh Vale akan diambil MIND ID. Saat ini, Vale sendiri berencana melapas (divestasi) saham sebanyak 14 persen.
"Ya berapa pun (saham yang dilepas Vale siap diambil). BUMN punya duit loh. Jangan dilihat BUMN enggak punya duit sekarang. Kita punya net income saja kurang lebih Rp 250 triliun. Jadi ada uangnya," ujar Erick. (Filemon Agung/Kontan)