Dibentuk untuk turut serta melaksanakan dan menunjang program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan, khususnya dalam bidang Industri Konversi Energi, Industri Permesinan, Sarana dan Prasarana Industri, Agro Industri, Jasa dan Perdagangan.
BBI sebagai partner yang memiliki kemampuan dalam memberikan dorongan kekuatan tambahan bagi para partner melalui setiap asset yang dimiliki oleh BBI baik dari kapabilitas SDM maupun infrastruktur.
Pada tahun 1971, Boma Bisma Indra terbentuk atas penyatuan tiga perusahaan, yakni PN Boma, PN Bisma dan PN Indra, yang dilandasi dengan semangat nasionalisme tinggi.
Logo Perusahaan terdiri dari 3 inisial huruf yaitu “B”, “B”, dan “I” yang dijadikan dalam satu kesatuan menjadi “BBI”. “B” pertama kepanjangan dari “Boma” “B” kedua kepanjangan dari “Bisma” dan “I” kepanajangan dari Indra.
Makna Logo secara keseluruhan adalah “Insan BBI Dinamis dalam mengikuti perkembangan, tepat sasaran dan menunjukkan jati diri sebagai masyarakat Industri berat”.
4. PT Dirgantara Indonesia
Mengutip laman djkn.kemenkeu.go.id, PT Dirgantara Indonesia adalah sebuah BUMN yang awalnya bernama PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio yang didirikan pada tanggal 28 April 1976 dengan akte notaris No.15 dengan direktur utamanya BJ Habibie.
Dalam perjalanannya, pada tanggal 11 Oktober 1985 PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio berubah menjadi PT. Industri Pesawat Terbang Negara.
Seiring dengan itu IPTN mengubah nama menjadi PT Dirgantara Indonesia (DI) atau Indonesian Aerospace/IAe yang diresmikan Presiden Abdurrahman Wahid, 24 Agustus 2000 di Bandung.
Dalam menjalankan bisnisnya untuk menyesuaikan diri dalam era globalisasi, PT DI berusaha untuk terus meningkatkan kinerjanya dengan melalui perbaikan kinerja keuangan perusahaan.
Proyeksi penjualan periode 2002 hingga 2010 menunjukkan kecenderungan meningkat secara signifikan.
Sementara proyeksi laba tahun 2002 mencapai Rp 11 miliar, kemudian turun menjadi Rp 4 miliar, dan seterusnya meningkat.
Atau setelah fase survival 2000 hingg 2003, antara tahun 2004 hingga 2010 perusahaan mampu menghasilkan laba usaha rata-rata 9,3 persen dari penjualan.
Pada fase survival, perusahaan berada pada tingkat kurang sehat. Namun, setelah fase tersebut akan mencapai kategori sehat yang terus meningkat pada tahun 2004 hingga 2005, dan 2006 hingga 2010.