Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto menyampaikan, kewajiban eksportir untuk menempatkan Devisa Hasil Ekspor sebesar 30 persen selama tiga bulan, sudah berlaku di negara lain.
Asal tahu saja, kebijakan soal Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 mewajibkan eksportir menyimpan 30 persen dari total nilai ekspor.
"Negara lain pun melakukan hal sama, artinya Indonesia baru melakukan saat ini," ujar Menko Airlangga saat Konferensi Pers di Kantornya, Jumat (28/7/2023).
Baca juga: Devisa Hasil Ekspor Atur Empat Sektor, Menkeu Sri Mulyani: Ada Tambahan 260 Jenis Barang
Menurut Airlangga, Malaysia saja sudah mewajibkan 25 persen dari devisa hasil ekspor ditempatkan dalam negeri. Bahkan kata dia, 75 persen sisanya harus di konversi ke ringgit.
"Itu mereka (Malaysia) tahan tidak tiga bulan, lebih dari itu," jelasnya.
Tak hanya itu, Airlangga mengungkapkan, Thailand pun sama. Eksportir dengan nilai ekspor 200 ribu dolar Amerika Serikat (AS) wajib disimpan di dalam negeri.
"Jadi kita (Indonesia) 250 ribu dolar AS, dia (Thailand) 200 ribu dolar AS. Sedangkan Philipina hasil ekspor dan mengkonversi setidaknya 25 persen ke dalam peso," ungkapnya.
Airlangga menyebut, negara Vietnam mewajibkan eksportir menempatkan DHE hingga 100 persen di lembaga kredit berlisensi sesuai dengan kontrak dan tanggal dokumen.
"Jadi itu merupakan kewajiban 100 persen di dalam negerinya (Vietnam)," imbuh dia.
Sedangkan di India, jangka waktu realisasi dan repatriasi hasil ekspor 9 bulan sejak tanggal ekspor. Adapun negara Turki, repatriasi hasil ekspor dan konversinya 80 persen ke dalam lira.
"Jadi ini berbagai negara sudah melakukan kebijakan hasil devisa ekspor," ujarnya.
Untuk informasi, pemerintah telah menyelesaikan revisi PP Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA).
"Jadi dari Kemenko perekonomian bersama kementerian terkait telah menyelesaikan Revisi UU nomor 1 menjadi dengan terbitnya PP 36," ucap dia.
Airlangga menyampaikan, melalui PP 36 Tahun 2023 itu bakal mendorong sumber pembiayaan dan pembangunan ekonomi dalam negeri.
Serta, meningkatkan investasi, kualitas SDA, menjaga stabilitas makro dan pasar keuangan domestik.
"Jadi artinya disini dijaga bukan bumi air beserta tanah tapi juga hasilnya. Hasilnya juga harus untuk kepentingan nasional, hasilnya dalam bentuk value, dalam bentuk monetisasi daripada SDA," tutur dia.