News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Cuaca Ekstrem

Dampak Perubahan Iklim, BMKG Sebut Indonesia akan Semakin Susah Impor Beras

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi. Diprediksi pada sekitar tahun 2050 sudah terjadi peningkatan kerentanan pada stok pangan dunia.

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkap Indonesia akan semakin sulit mengimpor beras karena perubahan iklim.

Hal itu dikarenakan kekeringan yang melanda sejumlah negara karena bumi sedang berada pada fase terpanasnya akibat dari perubahan iklim.

Perubahan iklim akan menimbulkan krisis air karena kekeringan, yang mana merupakan akibat dari suhu yang semakin tinggi.

Baca juga: Kurangi Polusi dengan Modifikasi Cuaca, BRIN: Hujan Turun 19-21 Agustus di Wilayah Jabodetabek

"Tahun 2023 merupakan tahun penuh rekor temperatur. Juli 2023 Sardinia di Italia suhunya mencapai 48 derajat celcius saat winter. Rhodes Yunani 49 derajat celcius. Maroko lebih dari 47 derajat," kata Rita di acara Dialog Nasional Antisipasi Dampak Perubahan Iklim untuk Pembangunan Indonesia Emas 2045, dikutip pada Selasa (22/8/2023).

Ia mengatakan, tidak pandang bulu negara maju atau negara berkembang, baik Amerika California, Amerika Latin, nasibnya sama saja.

"Enggak peduli teknologinya maju maupun yang tertinggal. Jadi perubahan iklim memberikan tekanan tambahan krisis air terjadi," ujar Rita.

Rita kemudian mengatakan bahwa krisis air berkaitan dengan kerentanan ketahanan pangan.

Diprediksi pada sekitar tahun 2050 sudah terjadi peningkatan kerentanan pada stok pangan dunia. Rita berujar, hal itu melanda hampir semua negara, termasuk Indonesia.

Mengutip data Food and Agriculture Organization (FAO), Rita mengatakan, lebih dari 500 juta petani skala kecil yang memproduksi 80 persen stok pangan dunia, diprediksi menjadi yang paling rentan terhadap perubahan iklim.

"Jadi dampak perubahan iklim selain kenaikan permukaan air laut, lahan yang semakin sempit, pangan pun semakin berkurang. Kita mau impor beras dari mana? Semuanya lebih parah dari Indonesia," ujar Rita.

Situasi di Tanah Air, kata dia, Indonesia saat memasuki sekitar tahun 2000, memiliki suhu yang semakin panas.

"Terlihat kecenderungan kenaikan suhu yang seragam dengan tingkat kenaikan yang bervariasi," kata Rita.

Ia menyebut tren suhu rata-rata tahunan 1951-2021 terdapat tren peningkatan temperatur yang seragam, dengan laju yang bervariasi di wilayah berbeda.

Laju peningkatan terbesar ada di Kalimantan, Sulawesi, Sumatera bagian selatan, dan area Jakarta sekitarnya. Beberapa area mengalami peningkatan hingga 0,15 derajat per 10 tahun.

"Proyeksi kenaikan suhu di seluruh pulau-pulau besar seperti Papua, Jawa, Kalimantan, kalau kita business as usual, targetnya 2060 diprediksi kenaikan suhu di akhir abad 21 dibandingkan sebelum masa revolusi industri. Saat ini sudah naik 1,2 kejadiannya ekstrem semakin ekstrem," kata Rita.

Menurut dia, apabila tidak ada mitigasi, kenaikannya bisa mencapai 3,5 derajat celcius.

"Berarti berapa kali lipat dari sekarang, kondisi ekstrem mungkin sudah menjadi kenormalan baru," ujar Rita.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini