Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, risiko ketidakpastian perekonomian global kian meningkat.
Menurutnya, prospek pertumbuhan ekonomi global yang melemah dan volatilitas pasar keuangan tinggi bakal berimbas pada nilai tukar rupiah.
"Indikatornya adalah risiko dan ketidakpastian terutama dari global meningkat dan itu memberikan dampak rembesan atau spil over ke dalam negeri, yang berpotensi bisa mempengaruhi mulai dari nilai tukar. Kemudian inflasi dan pertumbuhan ekonomi kita," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers di Kemenkeu, Rabu (25/10/2023).
Baca juga: Nilai Tukar Rupiah Makin Tersungkur Dekati Level Rp16.000 per Dolar AS, Jadi Terlemah di Asia
Bendahara negara RI menjelaskan, kondisi ekonomi di Amerika Serikat, RRT dan Eropa tengah mengalami situasi yang tidak mudah atau dalam dinamika dan tekanan yang tinggi.
Dia bilang, pada September hingga Oktober 2033 Amerika mengalami gejolak dari US Treasury 10 tahun atau kenaikan imbal hasil surat utang AS yang mengalami lonjakan yield hingga diatas 5 persen.
"Ini pertama kali sejak tahun 2007 dan ini artinya Amerika untuk bisa meminjam SBN 10 tahunnya dia harus membayar bunga 5 persen. Pertama kali sejak 2007," ujarnya.
Dikatakan Sri Mulyani, hal tersebut menyebabkan gejolak perekonomian tidak hanya di Amerika Serikat tapi di seluruh dunia. Sebab, banyak investor yang membeli surat berharga di Amerika.
"Inilah yang kami sampaikan tantangan bergeser kalau dulu kami sampaikan pandemi, geopolitik masih namun ini sekarang muncul dalam bentuk volatilitas dalam pasar keuangan terutama di Amerika Serikat yang makin tidak diprediksi," ungkapnya.
Kemudian, kondisi perekonomian di RRT yang mengalami pelambatan. Hal itu ditengarai oleh puluhan perusahaan di bidang properti mengalami kesulitan keuangan atau default.
"Nah ini bahkan akan mempengaruhi Indonesia karena perekonomian RRT sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia itu menjadi motor pertumbuhan ekspor dari banyak negara termasuk Indonesia," kata Sri Mulyani.
"Banyak negara yang ekspor ke RRT. Sehingga pelemahan ekonomi di RRT pasti akan mempengaruhi pertumbuhan ekspor kita," imbuhnya.
Di sisi lain, Sri Mulyani mengungkapkan kondisi ekonomi di kawasan Eropa yang mengalami inflasi tinggi imbas adanya perang Rusia-Ukraina.
Bahkan menurutnya, situasi geopolitik dari Palestina-Israel justru memberikan dampak potensi terhadap harga minyak atau energi yang akhirnya akan menyumbang inflasi.
"Sehingga Central bank di Eropa itu cenderung menentukan Policy Rate mereka, suku bunga akan tinggi atau dinaikkan dalam waktu yang cukup lama," ucap dia.
"Intinya adalah situasi perekonomian global sangat tidak pasti dan risikonya cenderung ke bawah. Dampaknya apa pertumbuhan ekonomi melemah, tahun ini dan tahun depan," sambungnya.