Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Chairman The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Purwono Widodo mengungkap, pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur membutuhkan suplai 9,5 juta ton baja hingga akhir pembangunannya.
"Oh IKN nggak terlalu besar karena dia konstruksi kan. Dia konstruksi paling-paling dalam berapa? Jadi IKN itu kalau sampai tahap 5 itu tahun 2035 atau sampai selesai itu butuh bajanya sekitar 9,5 juta ton," katanya ketika ditemui di Menara Kadin Indonesia, Jakarta Selatan, Senin (6/11/2023).
Purwono mengatakan, jika pembangunan IKN dibagi menjadi lima tahap, tahap awal akan membutuhkan baja hingga 700 ribu ton, baru selanjutnya di atas 1 juta ton.
"Ya kira-kira kalau itu 5 tahap ya dibagi 5 lah. Jadi per tahunnya itu untuk tahap awal itu mungkin 500-700 ribu ton. Untuk yang berikutnya itu baru di atas 1 juta ton," ujarnya.
Saat ini Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah mendorong hilirisasi sektor industri baja untuk membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Baca juga: Dorong Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Genjot Hilirisasi Industri Baja
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier mengatakan, dilihat dari pertumbuhan ekonomi triwulan kedua tahun 2023, sektor logam tumbuh 11,49 persen, angka ini tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya 5,7 persen
"Jadi ini adalah potret bahwa industri baja kita bisa tumbuh lebih tinggi lagi. Kita pernah tumbuh sampai 20 persen. Kini dengan hadirnya investasi di sektor hilir, ini akan menumbuhkan kapasitas dan kontinuitas produk yang dapat menjadi bagian dari substitusi impor,” terang Taufiek saat meresmikan pabrik pewarnaan baja lapis PT Tata Metal Lestari di Sadang, Purwakarta, Jawa Barat, Rabu (25/10/2023).
Baca juga: Kebutuhan Baja Ringan di Sektor Konstruksi Meningkat, Sunrise Steel Kenalkan Zinium Diverso
Taufiek menerangkan, hilirisasi membutuhkan inovasi dari para pelaku usaha menumbuhkan kapasitas dan kontinuitas produk yang bisa diterima masyarakat sehingga bisa menjadi bagian dari substitusi impor.