Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, harga beras berpotensi naik, hal itu karena masa panen raya yang mundur.
Disebutkannya, dari estimasi panen raya Maret-April 2024, jadi sekitar Mei-Juni 2024.
Arief mengungkapkan, masa panen raya diprediksi mundur, lantaran mundurnya musim tanam 1 yang baru dimulai bulan November 2023 ini akibat musim kemarau.
"Ya mundur dua bulan. Berarti sekitar bulan Mei ya, April, Mei, Juni gitu ya. Mudah-mudahan hasilnya baik," ujar Arief.
"Dengan kemarin ada Agustus, September, Oktober kita belum turun hujan, turun hujannya baru akhir November, Desember, jadi panen agak mundur," lanjutnya.
Akibat mundurnya masa panen tersebut, jelasnya, harga akan terdongkrak.
Hal ini karena harga beras ditentukan suplai dan permintaan.
Bapanas mendesak masa panen Mei-Juni 2024 harus berhasil untuk memastikan ketersediaan stok beras dalam negeri. Sebab, 70 persen produksi beras RI sepanjang tahun berasal dari musim panen awal tahun.
"Jadi 70 persen untuk tanaman padi itu ada di Semester I, jadi Semester II itu sisa panen. Semester I ini harus berhasil, bibitnya, benihnya airnya," ungkap Arief.
Bisa Impor 5 Ton Beras
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, Indonesia berpeluang kembali mengimpor beras pada 2024 dengan jumlah mencapai 5 juta ton.
"Tahun ini Indonesia mengimpor 3,5 juta ton beras dan berpeluang mencapai 5 juta ton tahun 2024," katanya dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI di gedung DPR RI, Jakarta, Senin (13/11/2023).
Amran mengatakan, dulu Indonesia pernah berhasil melakukan swasembada beras. Namun, kondisinya saat ini terpaksa harus impor.
Importasi ini, kata dia, terpaksa dilakukan karena produksi beras dalam negeri mengalami penurunan akibat El Nino.
"Produksi beras nasional periode 2022-2023 mengalami penurunan akibat ancaman El Nino. Dari sebelumnya 31 juta ton, diperkirakan turun menjadi 30 juta ton pada tahun 2023," ujar Amran.