Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kalangan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) bersikap kukuh agar Pemerintah dapat menaikkan upah minimum Provinsi (UMP) tahun 2024 sesuai keinginannya.
Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban mengungkapkan, minimal Pemerintah dapat menaikkan UMP sebesar 10 persen pada tahun depan.
"Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia meminta kenaikan UMP sebesar 10 persen," ucap Elly kepada Tribunnews, Sabtu (18/11/2023).
Baca juga: Serikat Pekerja Bakal Terus Perjuangkan Kenaikan Upah Buruh 15 Persen pada Tahun Depan
Dirinya pun menyoroti formula untuk menghitung persentase kenaikan UMP.
Diketahui, penerapan Formula Upah Minimum mencakup 3 variabel yaitu Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Indeks Tertentu.
Untuk indeks tertentu yang disimbolkan dengan 'Alpa' rentang yang ditentukan dalam rancangan Peraturan Pemerintah dari 0,1 sampai dengan 0,3 disebut terlalu rendah.
"Kenaikan upah tahun depan tidak akan lebih dari 6-7 persen. KSBSI meminta kenaikan 10 persen," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) Mirah Sumirat juga mendorong Pemerintah harus segera mengubah formula untuk menghitung persentase kenaikan UMP.
Diketahui, penerapan Formula Upah Minimum dalam PP Nomor 51 Tahun 2023 yang mencakup 3 variabel yaitu Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Indeks Tertentu.
"Jika pemerintah betul-betul merealisasikan perhitungan atau penetapan UMP dengan 3 komponen yang dimaksud, maka dipastikan hasilnya tidak sesuai dengan usulan atau ekspetasi buruh di angka 15 persen untuk UMP 2024," ungkap Mirah kepada Tribunnews, Senin (13/11/2023).
Kalangan buruh menurut Mirah mendukung terkait 2 variabel pertama, yakni inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Namun, untuk masuknya variabel indeks tertentu bakal mengubah perhitungan UMP.
"Karena pertumbuhan ekonomi plus inflasi sudah bagus. Tapi karena ada nilai koefisien tertentu membatasi angka kenaikan UMP akan enggak lebih 7 persen, jadi untuk di atas 10 persen juga sulit kalau betul-betul pemerintah menggunakan formula itu," bebernya.