TRIBUNNEWS.COM, DUBAI - PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) memaparkan inovasinya dalam pembuatan lahan basah untuk mengelola limbah air terproduksi dampak dari kegiatan operasionalnya.
Inovasi yang dilaksanakannya ini guna mendukung capaian Net Zero Emission (NZE) 2060 yang dipaparkan pada Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB 2023 atau Conference of the Parties (COP 28) di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).
Inovasi berbasis alam atau Nature-Based Solution (NBS) ini dilakukan untuk mengelola limbah air terproduksi atau limbah air terbuang pasca proses produksi energi.
Pengelolaan limbah air terproduksi dilakukan dengan lahan basah buatan (Constructed Wetland) yang berbasis teknologi hidro. Lahan basah buatan dibentuk dengan teknik hydraulic loading rate, sehingga pengelolaannya cukup menggunakan gravitasi.
PHR telah membangun lahan basah buatan seluas 5.000 m2 di salah satu wilayah kerja Blok Rokan dan ini merupakan proyek awal inovasi pengelolaan limbah perusahaan. Saat ini PHR sedang mengembangkan 14 konstruksi lahan basah di wilayah kerjanya.
Lahan basah buatan tersebut telah berhasil mengurangi emisi sebesar 1.341 tCO2eq selama Januari hingga Oktober 2023. Dampak positif lainnya adalah pembuangan limbah air juga berkurang.
Sebelum adanya konstruksi, pembuangan air mencapai 11.30 barrels water per day (bwpd) sedangkan kini hanya sebesar 7.217 bwpd.
Baca juga: Usai Pengeboran 825 Sumur, Pertamina Hulu Rokan Catat Produksi Migas 172 Ribu Barel per Hari
Vice President Facility Engineering PHR Erwin Sinisuka menyebutkan, pengembangan lahan basah buatan merupakan salah satu upaya nyata PHR dalam menjalankan operasional ramah lingkungan yang sesuai dengan standar lingkungan hidup.
“Kami membuat lahan basah agar air buangan bisa terkelola dengan baik sesuai standar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ujar Erwin pada sesi “Unlocking the Potentials of Nature Based Solutions for Adaptation and Mitigation of Climate Change” di Pavilion Indonesia pada COP-28, Jumat (1/12/2023).
Pembuatan lahan basah bukan hanya sebagai aktivitas pengelolaan limbah, lanjut Erwin, melainkan dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.
“Masyarakat akan selalu menjadi pusatnya, karena keterlibatan mereka bisa menjadi kunci sukses pengelolaan lahan basah,” imbuh Erwin.
Diketahui, PHR turut berkolaborasi dengan masyarakat setempat untuk mengelola lahan basah tersebut. Bahan dan tanaman penyangga yang digunakan di lokasi tersebut berasal dari lokal, salah satunya sabut kelapa yang digunakan sebagai penyaring. Selain itu, air yang sudah disaring bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga tidak ada yang terbuang.
Vice President Upstream Business Operational Excellence Health, Safety, and Environmental PHR I Nyoman Widaryantha Naya menambahkan bahwa dengan hadirnya lahan basah buatan ini turut menjadi wilayah serapan air yang dapat mengurangi risiko terjadinya banjir.
Baca juga: Menteri Keuangan Republik Indonesia Apresiasi Konservasi Gajah Binaan Pertamina Hulu Rokan
“Lahan basah buatan ini juga banyak manfaat lainnya untuk masyarakat. Warga setempat juga kini menggunakan kawasan tersebut menjadi jalur transportasi skala kecil dengan menggunakan perahu,” ujar Nyoman.