Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono meminta agar pembangunan Tanggul Laut Raksasa atau Giant Sea Wall di Pantura Jawa bisa memperhatikan aspek ekologi.
Ia mengatakan, jika membangun Giant Sea Wall, tidak boleh ditutup semua. Harus ada ruang atau kanal di situ.
"Kalau kita bangun Giant Sea Wall, tidak boleh ditutup semua. Dia harus ada ruang. Laut itu harus ada kanal yang masuk," kata Trenggono dalam seminar nasional bertajuk "Strategi Perlindungan Kawasan Pulau Jawa Melalui Pembangunan Tanggul Pantai Dan Tanggul Laut (Giant Sea Wall)" di Jakarta, Rabu (10/1/2024).
Baca juga: Prabowo : Pembangunan Tanggul Laut di Pantura untuk Cegah Warga Terdampak Banjir Rob
"Kemudian di pesisir harus tetap dibiarkan mangrovenya hidup karena di situ ada yang namanya ekosistem yang memberikan kehidupan kita," lanjutnya.
Ia mengatakan, di lumpur timbul tenggelam atau disebut juga tanah timbul, di situ harus hidup mangrove.
"Yang pertama adalah lumpur timbul tenggelam. Kalau Pak Hadi (Menteri ATR/BPN) menyebut sebagai tanah timbul atau sedimentasi. Terus kemudian akibat juga arus. Nah itu lumpur timbul tenggelam di situ harus hidup mangrove," ujar Trenggono.
Lalu kemudian dia mengatakan, Giant Sea Wall juga akan ada interaksi dengan yang namanya padang lamun dan juga berinteraksi dengan koral atau karang.
Menurut dia, ini satu subsistem yang menjadi satu infrastruktur atau satu ekosistem yang tidak boleh diputus.
"Jadi ketika pembangunan Giant Sea Wall, itu tidak diberikan kanal-kanal, ya tinggal tunggu waktu pasti akan ada kehancuran," kata Trenggono.
"Artinya, pesan yang mau saya sampaikan adalah membangun Giant Sea Wall harus betul diperhatikan aspek ekologi," lanjutnya.
Pemerintah Gelontorkan Rp 164 Triliun untuk Bangun Tanggul Laut
Pemerintah telah menyiapkan skenario jangka panjang untuk memitigasi risiko bencana perubahan iklim di Pantura Jawa.
Skenario itu digagas melalui konsep Pembangunan Giant Sea Wall atau Tanggul Laut.