TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengusaha yang bergerak di sektor hiburan saat ini gelisah dengan rencana kenaikan pajak hiburan, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Merujuk Pasal 58 ayat 2, khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
Penyanyi dangdut dan juga pengusaha karaoke, Inul Daratista mengungkapkan kekhawatirannya terhadap rencana kenaikan tarif pajak hiburan.
Ia pun membagikan sebuah video di media sosial X, tampak bisnis karaoke miliknya terlihat sepi, sebab adanya penurunan minat masyarakat pada tempat hiburan.
Baca juga: Pengusaha Keberatan Tarif Pajak Hiburan Minimal 40 Persen: Bisa Ciptakan PHK
"Ini hari Sabtu, kita lihat kondisinya sekarang. Sepi kan," ucap Inul Daratista dalam video yang dibagikan di X, dikutip Senin (15/1/2024).
Pada kesempatan ini, Inul menjelaskan tempat karaokenya sudah menerapkan pajak 25 persen, itu pun banyak pengunjung yang mengeluh.
Bahkan pada hari libur, hanya dua ruangan yang terisi oleh pengunjung.
Oleh karena itu, Inul Daratista resah jika diterapkan pajak 40-75 persen, usaha karaokenya berpotensi untuk gulung tikar.
Bukan tanpa alasan, sebagai pengusaha, ia tidak mampu membayar pajak yang tinggi, dan karyawan-karyawan yang bekerja di sana juga berisiko kehilangan pekerjaan.
Inul kemudian mengajukan permohonan kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, untuk meninjau kembali besaran pajak hiburan yang dianggap terlalu tinggi di kalangan pelaku bisnis.
"Buat pak Menteri pak Jokowi juga, tolong undang-undang ini dikaji ulang lagi karena ketika bapak naikan pajak banyak orang-orang yang tidak bisa bekerja lagi," ucap Inul Daratista.
"Jadi buat pak Sandiaga, saya tunggu ngopi nya pak. Biar kita gak gelisah," pungkasnya.
PHRI Keberatan
Ketua PHRI Jakarta, Sutrisno Iwantono mengatakan, tarif pajak hiburan yang naik akan memberatkan pelaku usaha di sektor tersebut.
Termasuk pelaku usaha perhotelan yang memiliki sejumlah lini bisnis di layanan spa, karaoke dan kelab malam.