TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivitas produksi dan ekspor bauksit Indonesia menurun setelah terbitnya larangan ekspor bijih bauksit yang diterapkan pemerintah mulai Juni 2023.
Menurut Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ing Tri Winarno, produksi bijih bauksit dipengaruhi kemampuan serap dari smelter di dalam negeri.
"Bauksit pada tahun 2022 kita memproduksi 27,5 juta ton. Kemudian ada pelarangan (ekspor) tahun 2023, kita perkirakan input smelter yang terpasang itu 13,5 juta ton," kata Tri dalam Konferensi Pers Kinerja Minerba 2023 dan Rencana Kerja 2024 baru-baru ini di Jakarta.
Untuk tahun 2024 ini pemerintah memproyeksikan adanya peningkatan produksi bauksit sebesar 1 juta ton seiring penambahan proyek smelter milik PT Borneo Alumina Indonesia (BAI).
Dalam pemberitaan Kontan sebelumnya, selain berdampak pada produksi, pelarangan ekspor juga mendorong peningkatan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) sektor bauksit.
PLH ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I), Ronald Sulistyanto, mengklaim bahwa kebijakan larangan ekspor bauksit telah berbuntut pada PHK terhadap ribuan karyawan tambang bauksit di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kepulauan Riau sejak awal tahun 2023.
Hal itu dilakukan seturut produksi yang menyusut menjelang implementasi larangan kebijakan ekspor bauksit pada Juni 2023.
“Mereka tentu menghentikan produksinya, karena tidak ada hubs lagi untuk kegiatan-kegiatan di luar supply bahan baku untuk smelter dalam negeri,” kata Ronald saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (28/12/2024).
Baca juga: Ada yang Tak Niat Bangun Smelter Bauksit di Indonesia, Tiga Tahun Baru Empat yang Terbangun
Berdasarkan catatan APB3I, produksi tahunan bauksit Indonesia bisa mencapai hingga 30 juta ton per tahun. Namun, kapasitas input di dalam negeri untuk mengolah/memurnikan bauksit masih terbatas.
Baca juga: Beberapa Perusahaan Smelter Bauksit Diduga Punya Niat Tak Baik, Enggan Berkontribusi Pada Hilirisasi
Untuk smelter jenis Smelter Grade Alumina (SGA), total kapasitas input secara nasional hanya mencapai 12 juta ton per tahun, sementara smelter Chemical Grade Alumina (CGA) dengan total kapasitas input 1-2 juta ton per tahun.
Laporan reporter: Filemon Agung | Sumber: Kontan